JAMBI-INDEPENENT.CO.ID, MUARASABAK - Pembangunan sirkuit bertaraf nasional di Kabupaten Tanjab Timur, rupanya menimbulkan kecemburuan bagi sebagian masyarakat.
Sebab, saat ini kondisi beberapa ruas jalan kabupaten Tanjung Jabung Timur masih memprihatinkan, jalan masih tanah dan cukup sulit untuk dilalui jika musim penghujan.
Sirkuit yang pengerjaannya mulai dilaksanakan pada tahun 2017 ini, menelan biaya hingga puluhan miliar rupiah. Bakal megah. Kontras dengan jalanan di kabupaten itu sendiri.
Persoalan pembangunan sirkuit ini, masyarakat Dusun Geragai, Kecamatan Geragai yang ada tidak jauh dari lokasi sirkuit ini merasa ada sedikit kecemburuan sosial yang tinggi mengenai pembangunan sirkuit tersebut.
Sebab jalan yang ada di dusun tersebut yang merupakan akses utama bagi masyarakat di sana untuk kepentingan pendidikan, ekonomi, kesehatan dan lain sebagainya hingga saat ini kondisinya masih memprihatinkan.
"Kalau untuk sirkuit itu bisa dikatakan satu dua orang atau sebagian orang yang bisa menikmati itu, dan yang menikmatinya nanti juga ada orang dari luar kabupaten ini. Kalau jalan di dusun kami ini yang di bangun aspal atau layak untuk dilintasi walaupun di saat musim penghujan tiba, tentunya membawa dampak baik bagi kami masyarakat kabupaten ini yang ada di dusun tertua di Kecamatan Geragai ini," ucap Toni Ariansyah selaku Kadus Geragai.
Dirinya juga mengatakan, yang paling mereka rasakan dengan kondisi jalan yang ada di dusun tersebut saat ini yaitu pada saat musim penghujan tiba, kondisi jalan jadi berlumpur dan sulit untuk dilalui.
Hal itu tentu berdampak pada segi ekonomi masyarakat, anak-anak yang sekolah harus berjalan kami melintasi jalan berlumpur dan licin, selain itu jika ada masyarakat setempat yang sakit dan harus dibawa ke pusat kesehatan yang ada di luar dusun tersebut terpaksa harus ditandu melintasi jalan yang berlumpur itu karena kendaraan tidak bisa melintas dijalan yang rusak itu.
"Kalau pusat kesehatan di dusun kami tidak ada, hanya ada satu Posyandu. Itu pun tidak ada tenaga medis yang tinggal di situ, hanya aktif satu bulan satu kali," ungkap Toni.
"Kalau ada masyarakat sini yang butuh penanganan medis terpaksa kami bawa dengan cara digendong atau dipanggul pakai kain sampai ke jalan bagus. Selain itu juga kami bawa melalui jalur sungai dengan cara dinaikan ke perahu, itu pun kalau surut tidak bisa kami lalui jalur airnya. Baru-baru ini juga ada ibu-ibu yang mau melahirkan harus dipanggul keluar dari dusun kami ini karena kondisi jalan pada saat itu berlumpur dan licin," sambungnya.
Toni mewakili masyarakat di Dusun Geragai berharap agar pemerintah dan pihak terkait kiranya dapat membantu dan diperhatikan dusun tersebut yang merupakan salah satu dusun tertua yang ada di Kabupaten Tanjab Timur.
"Dusun kami ini diapit oleh perkampungan yang sudah cukup maju dengan kondisi jalan yang bagus dan juga sudah teraliri listrik, akan tetapi pada kenyataannya dusun kami ini seperti tidak diperhatikan dan bisa diibaratkan dusun tertinggal. Selain jalan yang rusak, listrik PLN juga tidak ada di dusun kami ini," ungkapnya.
"Jika kondisi dusun ini sudah membaik dari segi infrastruktur dan sudah teraliri listrik, hal itu dirasa mampu menumbuhkan asa masyarakat dan membuat pelajar serta generasi penerus yang ada di dusun ini menjadi bisa semangat untuk menimba ilmu. Kalau pada saat jalan berlumpur, tidak menutup kemungkinan membuat anak yang mau sekolah jadi malas karena melihat kondisi jalan yang sulit dilalui menuju sekolahnya," sambungnya.
Terkait kondisi listrik, masyarakat yang ada di dusun ini sejak awal dusun ini dibuka belum pernah menikmati aliran Listrik PLN. Padahal, sebelum adanya Kecamatan Geragai, dusun ini telah ada dan nama Kecamatan Geragai sendiri diambil dari nama Dusun Geragai ini sendiri.
"Untuk penerangan di malam hari, sebagian masyarakat menggunakan genset. Itu pun dihidupkan dari jam 6 sore sampai jam 10 malam, setelah itu menggunakan lampu minyak atau lampu togok (sejenis lampu petromak). Sedangkan masyarakat yang kurang mampu terpaksa menggunakan lampu minyak itu," ucap Toni.