JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID, KOTA JAMBI, JAMBI – Masalah ratusan siswa SMAN 8 Kota jambi, yang dipastikan tidak bisa menerima ijazah jika tidak pindah ke sekolah swasta, karena tidak dapat terdata pada Dapodik Kementrian, masih terus bergulir.
Bahkan terbaru, Disdik Provinsi Jambi diketahui lepas tangan untuk proses pemindahan 120 siswa tersebut. Pasalnya, hal itu bukan tanggung jawab Disdik Provinsi Jambi. Tentu saja hal ini semakin membuat rumit. Disdik Provinsi Jambi pun meminta pihak SMAN 8 Kota Jambi lah yang mengurus segala sesuatu hal yang berkaitan dengan 120 siswa ‘siluman’ tersebut.
Baca Juga : Kepolisian Siap Terima Laporan Dugaan Pungli PPDB SMAN 8 Kota Jambi
Mulai dari pendataan di Dapodik hingga pemindahan mereka ke sekolah lain. “Tidak ada kaitannya dengan Disdik. Karena inikan sudah ada aturannya, berlandaskan Pergub dan Permendikbud,” kata Misrinadi, Kabid SMA Disdik Provinsi Jambi. Memang, jika melihat aturan Permendikbud yang ada tentu hal tersebut tidak bisa dilakukan sekolah, karena memang para siswa tersebut tidak terdaftar dan terdata pada Dapodik SMAN 8 Kota Jambi.
“Kita pakai secara kemanusiaan lah, makanya kemarin ditunjuk plt kepala sekolah untuk menyelesaikan persoalan itu, agar siswa tersebut terbantukan. Sehingga merea bisa belajar atau sekolah lagi meski di sekolah swasta,” jelasnya. Satu-satunya jalan, agar mereka bisa bersekolah dan terdata pada Dapodik, yakni dengan cara memindahkan 120 siswa tersebut ke sekolah swasta.
Meskipun mereka memaksakan untuk pindah ke sekolah negeri, hal itu malahan melabrak berbagai aturan yang ada. “Jika memaksa masuk ke Dapodik SMAN 8 Kota Jambi, itu banyak aturan yang dilanggar. Sebab, namanya Dapodik ini sudah jauh-jauh hari diusulkan kuota penerimaannya.
Kalau di swasta dia bisa, karena tak ada batasan kuota,” jelasnya lagi. Sementara itu, terkait pemindahan para siswa itu, pihak SMAN 8 Kota Jambi, juga tak bisa berbuat apa-apa. Termasuk memindahkan siswa tersebut ke sekolah swasta yang ada di Kota Jambi. Karena secara aturan sendiri, 120 siswa tersebut statusnya bukan siswa SMAN 8 Kota Jambi.
“Karena mereka belajar di sini merupakan siswa Pelatihan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang hanya menggunakan tempat untuk belajar. Ini pesan dari pak Sugiyono yang disampaikan ke kami,” kata Sahala Malatua, Wakil Sarana Prasarana SMAN 8 Kota Jambi. Lanjutnya, pihak SMAN 8 Kota Jambi mengaku lepas tanggung jawab terkait pemindahan anak-anak tersebut. Hal itu merupakan tanggung jawab sepenuhnya dari Sugiyono.
Sekolah tidak bisa ikut campur terkait hal tersebut. “Karena mereka bukan siswa kami, jadi kami bagaimana mau memindahkan mereka,” cetusnya. Lebih lanjut, Sahala Malatua mengakut, kala Sugiyono menjabat sebagai kepala sekolah, telah memasukkan nama-nama siswa terebut ke Dapodik Lembaga Satuan Pendidikan PKBM. Statusnya, mereka hanya menumpang atau dititipkan belajar di SMAN 8 Kota Jambi. Lantaran sebagai kepala sekolah, guru-guru lain yang mengetahui itu tidak berani protes. “Jadi yang mengajar siswa itu yang dia sendiri. Kemudian ada mahasiswa PPL yang mengajarnya atas perintah kepala sekolah,” jelasnya.
Sementara itu, kemarin sejumlah orang tua siswa dari 120 siswa yang bermasalah itu mendatangi Disdik Provinsi Jambi, untuk memintai kejelasan nasib pendidikan anak mereka. Salah satu wali murid, yakni YL (32), mengaku sedih akan hal itu. Bahkan ia merasa bingung, lantaran sang anak sama sekali tak terdata pada Dapodik. Ditambah lagi, untuk pindah sekolah belum bisa, karena sang anak tidak terdaftar di sekolah asal.
“Kalau mau pindah harus pakai surat pindah dari sekolah, sementara dia tak terdaftar. Jadi saya bingung,” sebutnya. Memang diakui YL, kala PPDB 2021 lalu, anaknya tak lulus lewat jalur zonasi. Lantaran ingin anaknya tetap sekolah, akhirnya ia menemui Sugiyono, mantan Kepala SMAN 8 Kota Jambi, yang telah dipecat. “Saya langsung lewat kepala sekolah untuk minta tolong. Tidak ada lewat yang lain dan langsung diterima,” tambahnya.
Kata dia, Sugiyono tidak menjanjikan apa-apa. Hanya memastikan anaknya bisa bersekolah di SMAN 8 Kota Jambi. Tak ada tarif khusus yang dikeluarkannya. Dia hanya diminta membayar uang baju ke Sugiyono sebesar Rp 1,6 juta. “Itu pun masih ada kembaliannya mas,” tuturnya.
Bahkan, saat penerimaan raport beberapa waktu lalu, anaknya tak mendapatkan raport sama sekali. Hal senada juga dikatakan wali murid lainnya. Hanya saja ia enggan namanya disebutkan. Pasca diterima di SMAN 8 Kota Jambi, melalui jalur belakang, anaknya sudah belajar dan bersekolah. Hanya saja, saat pembagian raport, anaknya tidak mendapatkannya. “Yang saya mau bagaimana anak saya bisa masuk Dapodik, sehingga dia bisa belajar,” tambahnya. (zen)