JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID, JAKARTA - Staf Ahli Kemenkominfo, Henry Subiakto meminta maaf atas narasi salah atau hoaks di akun Twitter-nya pada Jumat kemarin.
Cuitan itu terkait seorang anak kecil yang tidur di jalan yang bergambar. Gambar itu disebut sebagai Ibunya.
Lewat keterangan foto itu, Henry Subiakto menyebutkan bahwa anak kecil itu merindukan Ibunya yang merupakan korban peperangan di Irak.
Nyatanya, narasi itu salah atau hoaks. Narasi tersebut sudah tersebar sejak tahun 2014. Dan telah dibantah oleh seniman India yang merupakan pemilik foto itu.
Henry Subiakto di di-bully netizen. Profesor di Universitas Airlangga ini kemudian meminta maaf.
“Foto anak tertidur yang saya upload ini ternyata tidak ada hubungannya dengan konflik di Irak, sejarahnya seperti yang dijelaskan di Tempo. Untuk itu saya minta maaf atas kesalahan narasi foto tersebut. Terima kasih pada teman-teman yang sudah mengoreksinya. Yuk tetap kita jaga kedamaian di negeri ini,” ujarnya di akun Twitter, Sabtu (18/12/2021).
Pro Henry juga berjanji akan keluar dari jabatannya di Kemenkominfo usia menulis narasi hoaks itu. Dia mengatakan, tahun depan dirinya akan keluar dari pemerintah agar bisa bebas mengerjakan kecintaannya kepada NKRI.
“Tahun depan saya memutuskan akan berhenti dari jabatan di pemerintah. Saya rindu sebagai orang kampus, yang tidak perlu dibebani dengan sebutan pejabat dll. Saya akan lebih bebas suarakan kecintaan saya pad negeri ini, menghadapi mereka yang perilaku dan ucapannya merugikan bangsa besar ini,” ucapnya.
Sebelumnya, Profesor Henry enggan meminta maaf meski mengaku narasi itu yang di sebar adalah salah atau hoaks. Dia mengatakan, cuitan itu tidak bisa dipidanakan atas dasar hoaks.
Henry mengatakan, foto itu harus dilihat dari pesan damainya. Bukan pada narasi yang salah tersebut.
“Saya akui foto itu salah sejarahnya, tapi pesan utuhnya adalah perang akan bawa penderitaan ke banyak orang, mama kita harus jaga negeri ini agar damai, foto hanya ilustrasi. Bagi orang-orang pecinta keributan bukan pesan damainya yang ditangkap, tapi kekeliruan sejarah fotonya yang dianggap pidana,” katanya.(dal/fin)