JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID, KOTA JAMBI, JAMBI – Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah, Jakarta, Dr Chairul Huda, SH, MH, dihadirkan sebagai ahli bagi terdakwa Rudy Salim, terdakwa perkara perpajakan di Pengadilan Negeri Jambi.
Dalam sidang yang dipimpin ketua majelis hakim, Alex Pasaribu, ahli hukum pidana itu mengungkapkan, jika dalam perkara perpajakan yang menjerat terdakwa Rudy Salim telah terjadi error in subyekto. Seharusnya, yang dimintai tanggungjawab hukum adalah PT-nya (perseoran terbatas).
“Siapa yang bertanggungjawab, tentu dilihat dulu, korporasinya atau manusianya. Kalau korporasi ya korporasinya yang bertanggungjawab bukan orang perseorangan. Kedua, kalau bisa dimintai tanggungjawab pada orang perseorangan, maka siapa bertandatangan pada pemberitahuan pajak yang tidak benar itu,” tegasnya, ketika memberikan memberikan pendapat keahliannya, kemarin (14/12).
Berkait dalam pekara perpajakan yang menjerat Rudy Salim, Direktur PT BAS, terjadi error in subyekto (keliru subjek). Harusnya yang dimintai tanggungjawab hukum adalah korporasi, karena korporasi menjadi wajib pajak. Berdasarkan ilustrasi penasehat hukum, atas pajak kurang bayar itu sudah dibayarkan, lanjutnya, denda administrasi sudah dihapuskan.
“Lalu bagaimana mungkin ini masuk dalam wilayah pidana. Sementara ini masuk dalam wilayah administrasi yang sudah selesai. Jadi, disini ada juga ada kekeliruan dalam melihat perbuatan mana yang dianggap sebagai unsur tindak pidana. Sebenarnya dari segi hukum perpajakan sudah selesai,” tegasnya.
Selain itu, kurang bayar sudah dibayarkan dan denda administratif yang sudah dimohonkan untuk dihapuskan. Jika permohonan penghapusan denda tidak dihapuskan, maka dianggap sudah dihapuskan.
“Harusnya tidak ada pidanannya. Pembetulan yang dilakukan oleh direktur pada pelaporan pajak, seharusnya mendapat penghargaan. Bukan dijadikan tersangka atau terdakwa. Orang rata-rata nggak mau bayar pajak kalau kayak ini jadinya,” tegasnya lagi.
Jika korporasi yang dijerat, maka hukuman yang diberikan berupa denda dengan jumlah sepertiga lebih besar dari pada denda yang dibebankan kepada orang per seorangan. Undang-Undang Pajak bersifat administratif, jika bayar pajak, tapi kurang, lanjut ahli, hal itu masih berada dalam hukum administrasi, belum disebut pidana.
“Kalau korporasi yang bertanggunggjawab, maka dikenakan denda pidana yang besarannya empat kali lipat dari denda yang dijatuhkan kepada orang,” ungkapnya.
Sementara itu, Inna Herlina, hakim anggota, menyorot soal pertanggungjawaban pada pelaporan pajak, “Jika ada dua yang bertandatangan, bagaimana permintaan pertanggungjawabannya? Apakah bisa sekaligus atau sendiri-sendiri,” tanya hakim.
Pertanyaan yang disampaikan hakim anggota dalam sidnag tersebut merupakan ilustrasi, jika ada dua yang bertandatangan pada pelaporan pajak. “Bisa saja (bertandatangan) direktur dan direktur keuangan, tapi itukan menunjukan tanggungjawab korporasi. Sehingga yang harus diminta tanggungjawab korporasinya,” tandasnya. (ira/rib)