JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Harga sawit turun drastis, sejak presiden Joko Widodo larang ekspor CPO.
Dampaknya, sawit tak lagi mahal, khususnya ditingkat petani. Ini menjadi keluhan petani sawit yang tak lagi mahal.
Harga jual tandan buah segar (TBS) sawit di tingkat petani di Pesisir Barat (Pesbar) menurun tajam.
Kondisi terjadi sejak Senin 25 April 2022, setelah ada pengumuman larangan ekspor bahan baku minya goreng oleh pemerintah.
BACA JUGA:Penyuap Komisioner KPU Prabumulih Jadi Tersangka
BACA JUGA:Modus Beli Sayur, Emak-emak di Sumut Curi Uang Puluhan Juta
Diketahui, pemerintah melarang ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil). Tidak hanya bahan baku minyak goreng seperti refined, bleached, deodorized (RBD) Palm Olein. Ketentuan ini mulai berlaku Kamis 28 April kemarin.
Menurut Anton, salah seorang petani di Pesbar, harga sawit di tingkata tpetani saat ini menjadi Rp1.500 per kilogram, dari sebelumnya Rp2.500 per kilogram.
”Penurunan itu terjadi di seluruh pabrik kelapa sawit. Sebab harga jual TBS sawit juga ditentukan oleh pabrik,” kata Anton, Jumat 29 April 2022.
Anton mengungkapkan, penurunan harga TBS sawit berdampak pada biaya operasional petani. Baik perawatan hingga pemanenan dan sebagainya. Termasuk biaya pengangkutan.
BACA JUGA:Jalin Tali Silaturahmi, Satgas Yonif R 142/KJ Laksanakan Komsos dengan Tokoh Masyarakat
Sebab jika dihitung, dengan harga Rp1.500 per kilogram, petani hanya menerima bersih hasil panen sebesar Rp750 untuk tiap kilogram.
”Petani hanya menerima bersih 50 persen dari harga jual. Sisanya untuk biaya operasional sawit hingga pengangkutan hasil panen,” jelasnya.
Dilanjutkan, petani masih memperoleh keuntungan yang minim. Namun bisa rugi. ”Padahal di Pesbar ini merupakan salah satu penghasil TBS sawit. Rata-rata setiap hari hasil panen mencapai 600 ton,” sebut dia.(slt)