Tradisi Turun-Temurun dari Nenek Moyang, Ini Dia Sejarah Parcel

Senin 02-05-2022,12:22 WIB
Reporter : Jambi Independent
Editor : Jambi Independent

JAKARTA-JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID-Parsel, hampers ataupun hantaran sudah  menjadi tradisi turun temurun yang dilaksanakan setiap kali Hari Raya Idul Fitri. 
 
Hantaran lebaran biasanya diberikan kepada orang terdekat seperti keluarga,teman maupun relasi bisnis. 
 
Lalu,mengapa dan sejak kapan berbagi parsel atau hantaran saat lebaran menjadi tradisi di Indonesia? 
 
Disampaikan Sejarawan kuliner Universitas Padjadjaran Fadly Rahman mengungkapkan bahwa hantaran lebaran yang hingga saat ini populer di kalangan masyarakat Indonesia merupakan bentuk transformasi dari tradisi hantaran hasil bumi yang dipersembahkan rakyat kepada raja dan kemudian dari raja untuk rakyatnya.
 
BACA JUGA:Ada Promo Menarik Nih Selama Mei, Beli Mobil Suzuki Banyak Untungnya
 
BACA JUGA:Pastikan Personel Siaga, Danramil 09/Telanaipura Cek Pos PAM Lebaran
 
Di masa kerajaan dahulu, ada tradisi masyarakat menghantarkan hasil bumi untuk raja," ujar Fadly di Jakarta, Senin 2 Mei 2022 seperti yang dikutip dari jpnn.com
 
Dikatakan Fadly,berdasarkan penelusuran, hantaran hari raya telah ada sejak masa kerajaan abad ke-16 saat panen.
 
"Dan ketika raja mengadakan pesta panen, biasanya akan membekalkan hasil olahan dan berbagai macam makanan serta kue, yang akan dibawa pulang oleh rakyatnya sendiri," kata Fadly
 
Lebih lanjut Fadly menyebutkan seiring redupnya masa kerajaan, tradisi hantaran berubah wujud menjadi menghantarkan makanan untuk tetangga, saudara, serta handai tolan yang terjadi hingga masa sekarang.
 
Pada masa kolonial, saling membalas parsel Lebaran juga telah muncul di kalangan antar-keluarga. Hantaran tersebut berupa berbagai jenis hidangan utama khas Lebaran seperti ketupat, opor, kari, dan rendang serta kue basah tradisional yang disajikan di dalam rantang.
 
Fadly mengatakan tradisi hantaran berupa tukar rantang menunjukkan kekhasan masyarakat agraris. Selain berfungsi sebagai wadah bekal, secara sosial-budaya rantang memiliki arti simbolik sebagai perekat hubungan antar-tetangga atau kerabat ketika digunakan untuk hantaran.
 
"Ketika dikirimi dalam bentuk rantang, secara spontan kita akan membalasnya. 'Ah, malu kalau kita mengembalikan dalam kondisi kosong'. Lalu kita akan mengisinya kembali dengan makanan-makanan," katanya.
 
BACA JUGA:Sebanyak 244 Warga Binaan Lapas Bangko Terima Remisi
 
BACA JUGA:Situasi Malam Takbiran di Bungo Kondusif, Ini Kata Kapolres Bungo
 
Pada masa kolonial, kue-kue kering seperti nastar, kastangel, lidah kucing, dan putri salju dalam kemasan stoples mulai dikenal dan dijadikan hantaran Lebaran yang diberikan keluarga Eropa untuk keluarga pribumi priyayi.
 
Dalam perkembangannya, kini hantaran telah bertransformasi dalam bentuk hampers dan parsel yang memiliki kemasan lebih modern. Walau wujudnya telah berubah, Fadly mengatakan esensi serta makna hantaran tidak berubah signifikan.
 
Namun, pada masa sekarang, kata Fadly, telah jamak orang mengirim hantaran sebagai tanda ucapan terima kasih atau ucapan hari raya dari rekan kerja tanpa mengharap balasan atau tanpa saling bertukar.
 
"Hal tersebut terjadi seiring dengan pergeseran hantaran yang telah dikomersilkan atau dijadikan lahan bisnis," ucap Fadly. (viz)
 
Tags :
Kategori :

Terkait