JAKARTA,JAMBI-INDEPENDENT.CO. ID -Harga minyak dunia mencatat penurunan harian terbesar sejak Maret di tengah karena meningkatnya kekhawatiran resesi global, lockdown China, serta penguatan greenback yang dapat memangkas permintaan.
Harga minyak anjlok sekitar sembilan persen pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB).
Direktur Energi Berjangka Mizuho, Robert Yawger menilai situasi yang dialami harga minyak dunia akibat ketakutan akan resesi.
BACA JUGA:Studi Banding ke Mal Pelayanan Publik Kota Jambi, Wakapolda Jambi: Kita Amati, Tiru dan Modifikasi
Harga minyak berjangka tenggelam bersama dengan gas alam, bensin dan ekuitas, yang sering menjadi indikator permintaan minyak mentah.
Patokan global harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman September terperosok USD 10,73 atau 9,5 persen, menjadi menetap di USD 102,77 per barel.
Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Agustus merosot USD 8,93 atau 8,2 persen menjadi ditutup di USD 99,50 per barel.
Tidak ada penyelesaian untuk WTI pada Senin 4 Juli 2022 karena hari libur AS.
Kedua harga acuan mencatat penurunan persentase harian terbesar sejak 9 Maret dan memukul harga saham perusahaan minyak dan gas utama.
Lockdown massal COVID-19 di China menebar kekhawatiran akan potensi penguncian yang mengancam akan memperdalam pengurangan konsumsi minyak.
Shanghai mengatakan akan memulai putaran baru pengujian massal terhadap 25 juta penduduknya selama periode tiga hari, mengutip upaya untuk melacak infeksi yang terkait dengan wabah di sebuah bar karaoke.
"Kami melihat beberapa likuidasi panik. Banyak kegugupan," kata Wakil Presiden Senior untuk perdagangan BOK Financial, Dennis Kissler.
Kissler juga melihat ada kekhawatiran bahwa permintaan musim mengemudi musim panas AS akan turun setelah liburan 4 Juli juga tampaknya membebani pasar.
Dow Jones Industrial Average tergelincir sekitar satu persen, sementara Indeks S&P 500 turun kurang dari satu persen.
Harga gas alam AS jatuh 4,7 persen, minyak pemanas turun sekitar 8,0 persen dan bensin untuk pengiriman di New York Harbor anjlok 10,5 persen.
Presiden Konsultan Lipow Oil Associates, Andy Lipow menyebut jika resesi ekonomi global benar-benar melanda, maka permintaan energi akan berkurang secara signifikan seperti dikutip dari jpnn.com.
"Pasar komoditas bisa sangat tak kenal ampun ketika mengalami resesi dan pasokan melebihi permintaan," kata Lipow. (viz)