JAMBI, JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID – Tiga orang ahli dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Tebo dalam sidang terdakwa Ismail Ibrahim alias Mael, Tetap Sinulingga dan Suarto.
Kemudian dua saksi dari Balai Jalan, Kementerian PUPR, di antaranya Irman; lalu satu saksi auditor BPKP Perwakilan Provinsi Jambi, Sugeng Handoyo.
Dalam sidiag yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Yandri Roni, sempat terjadi perdebatan antara penasehat hukumm terdakwa dengan jaksa penuntut umum.
Penasehat hukum tidak sependapat dengan kehadiran para ahli tersebut. Bahkan kehadiran para ahli ini mendapat perlawanan sengit, dengan menolak kehadiran mereka.
BACA JUGA:Sidang Tiga Jambret Sadis di Tanjab Timur, 2 Pelaku Dituntut Jaksa 15 Tahun Penjara
BACA JUGA:Rupiah Hari Ini Tak Menentu, Imbas Kebijakan The Fed
Menurut penasehat hukum terdakwa, ahli tidak dapat menunjukan sertifikat keahlian sesuai bidang masing-masing. Sehingga keahlian mereka dipertanyakan.
Penasehat hukum menilai, ahli yang dihadirkan Kejari Tebo, belum sesuai dengan syarat-syarat menjadi saksi, yakni minimal pendidikan, pernah jadi gurum dosen atau mengajar.
“Sementara yang membuktikan dia seorang ahli sangat diragukan karena tidak bisa menunjukkan sertifikat keahlian yang dia miliki. Sehingga dalam proses persidangan ini, kami sebagai kuasa hukum menolak atas kesaksian sebagai ahli. Persoalan yang mereka sampaikan dalam persidangan, kami anggap sebagai saksi,” terang dr Muhammad Azri, SH MH penasehat hukum para terdakwa usai sidang.
Selain soal keahlian, tim penasehat hukum menyoalkan perbedaan hasil audit berbeda dua institusi, yakni BPK dan BPKP Perwakilan Provinsi Jambi.
BACA JUGA:279.370 Warga Jambi Masuk Kategori Miskin, Daerah Mana yang Paling Banyak?
BACA JUGA:Terungkap, Ini Dugaan Polisi Terkait Pria di Dusun Tanah Periuk yang Tewas Tergantung di Kebun Karet
Dalam LHP BPK yang diperlihatkan penasehat hukum ke muka sidang, disebutkan jika ada kekurangan pekerjaan.
“Sudah dilakukan pemeriksaan oleh BPK. BPK menemukan ada kekurangan atas volume atas pekerjaan PT Nai Adhipati, yaitu volume agregat A dan B. Temuan BPK itu pun sudah dibayarkan oleh PT Nai Adhipati kepada Negara, yaitu melalui pemotongan biaya yang diambil pemerintah,” tegasnya.
Namun, lanjutnya, di dalam pemeriksaan oleh Kejaksaan Negeri Tebo bersama BPKP Perwakilan Provinsi Jambi dan Tim Teknis dari Bandung, tidak menemukan adanya pekerjaan galian agregat A dan B.