Oleh: Prof. DR. Indriyanto Seno Adji. SH, MA, Guru Besar Hukum Pidana/Pengajar PPS Bidang Sthdi Ilmu Hukum UI.
JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Kita semua berduka tentang musibah Kematian sekitar 130 menjadi tragedi nasional dibidang olah raga, betapa tidak, karena musibah ini baru sekali terjadi pada olahraga Indonesia dan musibah kematian no 2 didunia pada olahraga sepakbola.
Mengapa Polri dituding bertanggungjawab atas musibah ini?
Mengenai musibah ini dari sisi Hukum Pidana belum memberikan argumentasi yang utuh, jelas dan tegas antara makna “Excessive Force” dengan kondisi darurat chaos dilapangan penyelenggaraan sepak bola ini yg dikategorikan sebagai abnormaal tijden (kondisi darurat), bahkan kalau dikaitkan dengan suasana chaos dengan kategori kondisi force majeur, sehingga penggunaan gas air mata yang dilakukan oleh Penegak Hukum Polri yang dianggap sebagai pemicu tragedi Kanjuruhan, bahkan penggunaan gas air mata dianggap melanggar aturan internal FIFA.
Ada polemik mengenai legitimasi dan levelitas antara regulasi FIFA dan Hukum Nasional mengenai dampak picuan penggunaan gas air mata.
BACA JUGA:BREAKING NEWS: Rumah Warga di Tanjab Timur Kebakaran
BACA JUGA:Dampak Tragedi Kanjuruhan Malang, Mahfud MD Hentikan Semua Kompetisi PSSI
Kedua aturan ini, FIFA dan Hukum Nasional memiliki relasi dan integritas yg saling mengisi, namun haruslah dipahami bahwa “the sovereignty of national law is the supreme law”.
Haruslah diakui bahwa Kedaulatan Hukum Nasional harus diapresiasi sebagai hukum tertinggi. Bahkan Hukum secara universal mengakui bahwa dalam kondisi darurat chaos kebutuhan tindakan preventive force adalah lawful dan legitimatif untuk mencegah dampak yang lebih luas terhadap kondisi dan lingkungan yang membahayakan saat itu.
Keadaan darurat chaos menggunakan senjata gas air mata, yang justru harus dilakukan karena adanya picuan serangan atau ancaman yang variatif, yaitu serangan seketika itu yang melawan hukum terhadap petugas penegak hukum Polri dan para pemain/official Persebaya, kericuhan diantara para supporter (pembakaran kendaraan Polri dan pribadi) yang karenanya tindakan preventive force yang proporsionalitas dan subsidaritas adalah tindakan yang justru dibenarkan secara hukum (Lawfull) .
Salah satu penyebab musibah kematian diperkirakan karena masih terkuncinya beberapa pintu gerbang utama keluar stadion tersebut, karena itu pemeriksaan obyektif atas musibah ini harus dilakukan secara utuh dan tidak bisa dilakukan secara parsial, yaitu pemeriksaan sebatas dugaan excessive force penggunaan gas air mata, karena kasus ini memiliki Relatie Causaliteit dengan pendekatan preventive force, yaitu polemik tanggung jawab tidak terhadap penggunaan gas air, tetapi kondisi chaos tertutupnya beberapa gerbang keluar yang masih terkunci sehingga terkadi desak2an, terjepit dan terinjak sesama penonton tersebut .
BACA JUGA:Buntut KDRT, Indosiar Berhentikan Rizky Billar jadi Host Dangdut Akademi
BACA JUGA:Total Korban Meninggal Tragedi Kanjuruhan Bertambah, Kini Jadi 131 Orang Tewas
Padahal perlu diketahui bahwa musibah ini sebagai dampak atau akibat chaos dari kegaulaan serangan dan ancaman serangan terlebih dahulu yang dilakukan oleh penonton/suporter terhadap penegak hukum/pemain Persebaya/official .