JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Cukup dengan menggerakkan jari di ponsel, pengguna aplikasi kencan bisa melihat teman atau lebih jauh lagi, calon pasangan tanpa harus mengawalinya dengan pertemuan secara langsung.
Kemudahan itu sayangnya dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk tujuan yang tidak baik seperti menipu atau melakukan tindakan kejahatan.
Salah satu orang yang memanfaatkan dating app menurut studi adalah predator seksual.
Pernyataan itu berasal dari studi berjudul ‘Dating App Facilitated Sexual Assault: A Restropective Review of Sexual Assault Medical Forensic Examination Charts’ buatan Julie L. Valentine, Leslie W. Miles dan Aubrey Worthen Gibbons.
BACA JUGA:Yuk Belanja, Berikut Daftar Harga Promo Indomaret 1 Desember 2022
Valentine yang berprofesi sebagai dokter sekaligus peneliti di Brigham Young University di Utah membeberkan fakta bahwa dari tahun 2017 sampai 2020, ada 2.000 orang yang menjadi korban kekerasan seksual.
14% di antaranya terjadi setelah korban menggunakan dating app. Dia juga menjelaskan bahwa predator seksual umumnya menargetkan korban yang memiliki masalah kesehatan mental.
Orang yang memiliki masalah kesehatan mental seperti depresi sangat rentan menjadi korban predator seksual, misalkan predator itu merayu dan menggoda untuk bertemu secara langsung.
Di dating app, orang-orang bisa menciptakan citra seperti apa yang mereka mau. Para predator umumnya ingin terlihat menonjol bagi calon korbannya.
Valentine menjelaskan bahwa menurut studinya, orang-orang yang masih kuliah menjadi target paling banyak.
Menurutnya, dating app sudah menghilangkan proses mengenali seseorang di kehidupan nyata ketika bertemu secara langsung.
Proses mengenali itu dinilai sangat penting untuk menilai seseorang baik atau jahat.
Dulu, biasanya orang-orang akan bertemu karena memiliki teman yang sama di sekolah atau kantor. Dan ada pula tahapan sebelum masuk fase berkencan.
BACA JUGA:Lowongan Kerja untuk Lulusan SMA/SMK di KAI Services, Ayo Cek Posisi dan Syaratnya