JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengingatkan tentang risiko berbahaya yang terkait dengan pinjaman online ilegal.
Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen (PEPK) OJK, menjelaskan bahwa korban dari praktik ini berasal dari berbagai kelompok.
Termasuk kalangan yang rentan seperti buruh, korban pemutusan hubungan kerja (PHK), ibu rumah tangga, dan bahkan pelajar.
Friderica menyatakan bahwa OJK sedang berupaya untuk terus meningkatkan literasi dan edukasi terkait dengan potensi kejahatan keuangan ini kepada masyarakat.
BACA JUGA:Lewat Fregat Merah Putih Indonesia, Babcock Inggris Terinspirasi dalam Pembuatan Kapal Perang
Terutama kepada kelompok rentan, agar mereka tidak menjadi korban dari pinjaman online ilegal.
Pada diskusi Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) dengan tema "Melawan Kejahatan Keuangan Berbasis Digital" yang diadakan di Media Center Kementerian Kominfo pada Senin (21/08/2023), Friderica menyampaikan bahwa Indonesia saat ini menghadapi tantangan besar dalam pemberantasan kejahatan keuangan berbasis digital.
Friderica menjelaskan bahwa saat ini terdapat banyak entitas ilegal yang merugikan masyarakat dari berbagai arah, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Mereka menggunakan saluran-saluran komunikasi pribadi untuk menjalankan praktik kejahatan tersebut.
BACA JUGA:Kejari Kota Jambi Selesaikan Kasus Lewat Restorative Justice, Ini Kata Ketua LAM Kota Jambi
BACA JUGA:Hmm 5 Zodiak Ini Paling Gak Mau Dikritik, Keras Kepala dan Masa Bodoh
Dalam konteks ini, konsep "casino mentality" atau mentalitas perjudian yang ingin cepat kaya semakin diperparah oleh kurangnya literasi keuangan dan literasi digital di kalangan masyarakat.
Friderica menjelaskan bahwa masyarakat masih kesulitan membedakan informasi yang benar dan yang tidak benar, dan mereka belum teredukasi untuk memilih dan memilah informasi yang benar.
Kepala Eksekutif PEPK OJK menyoroti fakta bahwa saat ini ada banyak jenis kejahatan keuangan yang memanfaatkan teknologi digital, dan pada akhirnya merugikan konsumen.