Cina juga memilki pandangan tersediri tentang Asian Value, dalam Deklarasi Bangkok tahun 1993 disebutkan bahwa: “Mengakui di samping hak asasi manusia bersifat universal, haruslah dipahami dalam konteks yang dinamis dan dalam proses pembentukan norma-norma (internasional) yang selalu berkembang, dengan memperhatikan kekhasan regional dan nasional serta beragam latar belakang historis, budaya dan keagamaan.”
Pandangan Cina terkait HAM yang dipengaruhi oleh Marxisme Tiongkok yang sangat berbeda dengan tradisi liberal Barat. Tradisi liberal Barat yang berbasis individualisme mengutamakan hak-hak sipil dan politik.
Sebaliknya, pendekatan Marxis Tiongkok didasarkan pada kedaulatan anti-(neo) kolonial dan/atau anti-hegemonik, serta menolak campur tangan negara lain.
BACA JUGA:8 Manfaat Minyak Zaitun, Mengatasi Jerawat dan Flek Hitam!
BACA JUGA:6 Rekomendasi Parfum Cowok yang Tahan Lama Dari Brand Lokal
Penetapan prioritas kedaulatan ini mengarah pada perhatian utama pada hak-hak sosial dan ekonomi, atau hak kesejahteraan sosial-ekonomi, yang di dalamnya terdapat hak-hak sipil, budaya, politik, dan lingkungan hidup. (Dongxin Shu, 2022)
Terkait Asian Value, Bung Karno Menyebutnya “Nation Building”, yakni membangun masyarakat dengan bertumpu pada kekhususan kultur yang berkembang secara indigenous dalam masyarakat seraya menolak identitas yang dipaksakan dari luar.
Indonesia memilik Volksgeits (jiwa bangsa) yaitu Pancasila yang sebenarnya bersifat universal. Dalam pidatonya di PBB 30 September 1960 dengan judul ”To Build the World a New”, Bung Karno mencetuskan Pancasila sebagai manifesto intelektual, politik dan ideologi yang bersifat internasional, “It gives us the five principle of our state. There are: 1. Believed in God, 2. Nationalism, 3. Humanity, 4. Democracy, 5. Social Justice. The five principles are combined reflections of Indonesia’s natural climate and the personality of its inhabitants”.
Pancasila tidak hanya bersifat nasional keindonesiaan tetapi universal, sehingga Pancasila dikatakan sebagai ideologi perdamaian yang mendekatkan dan mempersatukan semua bangsa.
BACA JUGA:Kejari Tanjab Timur Kembalikan Uang Sitaan Kasus Korupsi ke BAZNAS, Segini Nilainya
BACA JUGA:Segini Kerugian Warga Pasca Tongkang Batu Bara Tabrak Kerambah Ikan di Muaro Jambi
Lantas apa makna Asian Value dalam demkorasi, hak politik dan pemilu di Indonesia? Berbeda dengan negara barat (liberal), hak politik di Indonesia tidak hanya sekedar pasal dalam UU yang mengatur tentang hak pilih dan dipilih tapi lebih dari itu memilik kekhasan tersendiri yaitu bersumber dari nilai Pancasila.
Pancasila sebagai philosophie grondslag atau weltanschauung memuat nilai-nilai yang terdiri dari nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan sosial.
Khusus Sila ke-4 terkandung nilai kerakyatan yang dipimpin oleh pemimpin yang dilandasi oleh kebijaksanaan yang bersumber pada asas moral dan ketuhanan dalam suatu permusyawaratan/perwakilan.
Maknanya, setiap penyelenggara negara baik dalam kapasitasnya sebagai pemimpin lembaga negara, wakil rakyat, tokoh partai politik harus mendasarkan pada moralitas ketuhanan dan kemanusiaan. Dasar moralitas ini penting dalam penyelenggaraan negara untuk mewujudkan hak rakyat atas kesejahteraan dan keadilan sosial.
Betapa baiknya peraturan, bila penyelenggara negaranya korup, ambisi, serakah, fitnah, tidak amanah maka negara akan mengalami kerapuhan.