Jasa Raharja, Korlantas Polri, dan Akademisi UGM Bahas Penguatan Jaminan Perlindungan Korban Kecelakaan

Kamis 13-02-2025,08:53 WIB
Reporter : Edo Adri
Editor : Edo Adri

JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID – PT Jasa Raharja bersama Korlantas POLRI dan akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) mengadakan diskusi bertema “Implementasi Program Jaminan Perlindungan Dasar Korban Kecelakaan Penumpang Umum dan Lalu Lintas Jalan dalam Ruang Lingkup Undang-Undang Lalu Lintas Jalan dan Angkutan Jalan”. Acara ini turut dihadiri oleh perwakilan Kementerian Keuangan.

Diskusi dipimpin langsung oleh Direktur Utama PT Jasa Raharja, Rivan A. Purwantono, serta dihadiri oleh Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko Jasa Raharja, Harwan Muldidarmawan. Pembahasan utama dalam diskusi ini mencakup penguatan peran jaminan perlindungan bagi korban kecelakaan lalu lintas, peningkatan cakupan perlindungan, serta harmonisasi regulasi terkait.

Dalam sambutannya, Rivan menegaskan pentingnya sistem perlindungan yang komprehensif dan berkeadilan bagi masyarakat Indonesia. Menurutnya, kecelakaan lalu lintas bukan hanya persoalan individu, tetapi juga berdampak pada perekonomian nasional.

“Berdasarkan Perpres 1/2022 tentang Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK), kecelakaan lalu lintas berkontribusi terhadap penurunan 2,9—3,1% Produk Domestik Bruto (PDB). Oleh karena itu, sistem perlindungan harus terus diperkuat agar dapat memberikan manfaat optimal bagi masyarakat,” ujar Rivan.

BACA JUGA:Gagal Salurkan Dana Desa, 3 Desa di Jambi Ini Tetap Terima Jatah 2025

BACA JUGA:Peruntungan Zodiak Scorpio di Tahun 2025, Tahun Transformasi dan Kesuksesan

Data Jasa Raharja mencatat bahwa sepanjang tahun 2023 terjadi 27.000 kecelakaan dengan korban meninggal dunia, sementara pada tahun 2024 jumlah kecelakaan lalu lintas mencapai 150.906 kasus dengan 24.000 korban meninggal dunia. Rivan juga menyoroti pentingnya asuransi sosial dalam sistem perlindungan ini, mengingat 9% dari total kecelakaan melibatkan penumpang angkutan umum.

Sebagai bagian dari holding perasuransian BPUI, Rivan menekankan perlunya kejelasan peran PT Jasa Raharja sebagai asuransi sosial. “PP 20/2020 tidak menyebut aspek ini, sehingga OJK menetapkan Jasa Raharja sebagai asuransi umum. Padahal, dalam UU 22/2009, perlindungan dasar terhadap korban kecelakaan, termasuk tanggung jawab pihak ketiga (TPL), sangat penting. Ke depan, perlindungan tidak hanya mencakup cedera tubuh (bodily injury), tetapi juga kerugian material (property damage),” tambahnya.

Ronald Jusuf, Analis Kebijakan Ahli Madya dari Pusat Kebijakan Sektor Keuangan (PKSK) Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, menekankan perlunya harmonisasi antara Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), serta regulasi lainnya.

“Jasa Raharja merupakan model asuransi sosial di Indonesia dengan prinsip risk pooling, di mana masyarakat bergotong royong dalam menanggung risiko kecelakaan. Pendekatan ini berbeda dengan asuransi umum yang berbasis risk transfer. Oleh karena itu, pemerintah harus memastikan bahwa regulasi yang ada dapat mengakomodasi perlindungan yang optimal bagi masyarakat,” jelas Ronald.

BACA JUGA:Supaya Arus Mudik Idul Fitri 2025 Lancar, Ini Rekomendasi Ditlantas Polda Jambi untuk Instansi di Jambi

BACA JUGA:Ciptakan Budaya Tertib Lalu Lintas, Satlantas Polresta Jambi Beri Penyuluhan di SMAN 4 Kota Jambi

Sementara itu, Direktur Keamanan dan Keselamatan (Dirkamsel) Korlantas Polri, Brigjen Pol. Dr. Bakharuddin Muhammad Syah, S.I.K., M.Si., menyoroti urgensi revisi UU LLAJ yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.

“Setiap tahun, UU LLAJ selalu menjadi topik revisi, baik oleh DPR maupun Kementerian Perhubungan. Salah satu aspek penting yang perlu dibahas adalah asuransi bagi mitra pengemudi transportasi online. Mereka memiliki pendapatan tinggi tetapi belum memberikan kontribusi perlindungan kepada negara dan masyarakat,” ujar Bakharuddin.

Selain pemaparan dari Jasa Raharja, BKF, dan Korlantas Polri, akademisi UGM juga memberikan pandangan kritis terkait aspek hukum dan regulasi jaminan perlindungan kecelakaan.

Prof. Dr. Nurhasan Ismail, M.Si., menekankan perlunya memperjelas perbedaan antara asuransi wajib dan asuransi sosial dalam regulasi yang akan datang. “Asuransi sosial merupakan program negara yang bersifat wajib untuk menjamin kesejahteraan masyarakat. Jika program asuransi wajib memang menjadi kebutuhan nasional, maka harus ditegaskan dalam UU LLAJ agar tidak menimbulkan interpretasi yang membingungkan di kemudian hari,” tuturnya.

BACA JUGA:Masuk Masa Panen, Petani di Kerinci Berharap Harga Gabah Bisa Stabil 

BACA JUGA:Lukai Ayah Kandung dan Resahkan Warga, ODGJ di Pulau Kayu Aro Muaro Jambi Bernama Rama, Diamankan Polisi

Sementara itu, Prof. Dr. Marcus Priyo Gunarto, S.H., M.Hum., menyoroti bahwa dalam sistem hukum Indonesia, tanggung jawab terhadap kecelakaan lalu lintas harus diperluas. Tidak hanya kepada pengemudi, tetapi juga kepada pihak yang memiliki keterkaitan langsung, termasuk perusahaan angkutan umum dan operator transportasi daring.

Melalui diskusi ini, diharapkan sinergi antara pemerintah, akademisi, dan praktisi dapat menghasilkan rekomendasi yang konstruktif bagi penguatan sistem jaminan perlindungan bagi korban kecelakaan lalu lintas di Indonesia.

Kategori :