Oleh : Dr. Noviardi Ferzi
MASALAH angkutan Batu Bara, saya teringat satu kutipan dari Dante Aleghieri seorang penyair Italia di abad pertengahan, kutipan ini berbunyi " Tempat tergelap di neraka dicadangkan untuk mereka yang tetap bersikap netral disaat krisis moral ", sebuah kata akan pentingnya sebuah sikap dalam situasi krisis. Masalah angkutan batubara, substansi persoalan sebenarnya adalah hak masyarakat sebagai penguna jalan yang terampas atau bahkan tereliminasi. Dalam hal ini pihak yang paling menderita adalah pengguna jalan baik motor, mobil dan angkutan umum. Masyarakat rugi waktu, mengalami depresi sosial hingga kehilangan nyawa adalah fakta yang tak terbantahkan. Aksi moral yang dituntut mahasiswa akhir - akhir ini, sebenarnya menagih prioritas pemerintah (baca, Gubernur) kepada siapa berpihak. Sudah pasti akan ada perdebtan, tentang siapa yang paling dirugikan dalam hal ini, namun kembali pada keberpihakan tadi, Gubernur, tinggal memilih mau mengayomi kepentingan siapa, masyarakat atau sebagian masyarakat dalam hal ini pelaku bisnis batubara dan turunannya. Pemerintah provinsi berwenang mengatur soal pengangkutan hasil tambang karena sesuai UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, sesuai ketentuan Pasal 7 Junto Pasal 1 angka 6, dalam hal ini Gubernur bisa mengeluarkan Pergub terkait larangan angkutan batubara melintas di jalan umum. Saat ini Pergub itu diterbitkan dengan hukum yang jelas dan juga dilatarbelakangi alasan yang jelas, untuk menghentikan kesemerawutan angkutan batu bara. Terdapat tiga aspek yang menjadi alasan utama Pergub tersebut mendesak untuk dikeluarkan. Pertama, keberadaan truk lalu lintas memicu kemacetan setiap hari. Kedua, pelanggaran soal jumlah truk itu sendiri karena jumlah yang diizinkan melintas jauh melebihi batas yang diperbolehkan. Kemudian ketiga adalah keamanan pengendara akibat banyaknya korban jiwa yang sudah berjatuhan karena maraknya truk batubara di jalan umum. Sehingga wajar gubernur hadir dengan Pergub itu, dasar hukumnya jelas itu UU minerba, Gubernur juga punya wewenang mengatur soal angkutan batubara ini. Dan ini sudah pernah dilakukan Gubernur Sumsel yang mencabut Pergub 23 Tahun 2012 dengan mengeluarkan Pergub 74/2018, dan Mahkamah Agung sendiri akhirnya mengeluarkan putusannya dan membenarkan kebijakan yang telah diambil Gubernur Sumsel. Kini tinggal kita menagih keberpihakan Gubernur Jambi, beranikah mengeluarka pergub untuk menghentikan angkutan batu bara di Jambi. Jawabannya, akan mengambarkan sejauh mana prioritas Gubernur terhadap rakyat ?. Wallahu alam bishawab. ***Penulis adalah Dosen STIE Jambi dan Pemerhati Kebijakan Publik***Menagih Prioritas Gubernur untuk Rakyat
Kamis 18-11-2021,14:57 WIB
Kategori :