JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID, KOTA JAMBI, JAMBI - Di masa pandemic sekarang ini, semua memang serba susah. Termasuk mereka yang menggantungkan hidup di transportasi tradisional. Salah satunya jasa perahu ketek.
Di Kota Jambi, di tengah-tengah kota yang berjuluk Tanah Pilih Pusako Betuah ini, ketek masih berjuang lalu-lalang menyeberangi Sungai Batanghari.
Ini menjadi mata pencarian bagi sebagian warga Kelurahan Arab Melayu, Seberang Kota Jambi. Sayangnya, semakin berkembangnya zaman, perlahan mereka menjadi terbelakangi dan kurang diperhatikan.
Apalagi saat Jambi diterpa badai Covid-19. Sejak itu, pendapatan mereka terus tergerus. Fahmi (57) misalnya, seorang pembawa ketek, mengaku penghasilannya cenderung turun.
“Apalagi di situasi pandemi ini. Orang sangat kurang beraktivitas,” kata dia, Selasa (2/11). Saat itu, Jambi Independent menjumpainya sedang duduk di keteknya, sekitar pukul 16.00. Menunggu penumpang.
Biasanya Fahmi hanya bisa meraih uang Rp 50 ribu, untuk warga yang ingin menyeberang dari Pasar Angso Duo ke Seberang Kota Jambi. Atau sebaliknya. Hasil ini lah yang digunakan untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari. Berbahagia jika di hari libur, pendapatannya bisa meningkat mencapai Rp 200 ribu sehari.
Namun di kondisi pandemi Covid-19, wisata ditutup, bahkan pembatasan kegiatan masyarakat diberlakukan, makna hari libur tak berarti baginya. “Libur pun sedikit orang yang datang, kalau biasanya ada saja orang dari luar yang menyewa untuk keliling sungai, tapi sekarang tidak lagi,” terangnya.
Dirinya mulai bekerja sejak pukul 06.00 hingga pukul 18.00 setiap harinya. Dengan wajah yang tertunduk, seperti lelah saat bekerja di bawah teriknya matahari, sebuah pengorbanan untuk mencukupi kebutuhannya.
Dia juga mengaku tak mendapatkan bantuan dari pemerintah, baik sembako ataupun bantuan material untuk perbaikan ketek miliknya. Fahmi menyebutkan, bantuan yang diterimanya tersebut hanya dari relawan yang memberikan sembako. “Tidak setiap bulan kami dapat bantuan, malah orang lain yang memberikan bantuan,” jelasnya.
Yang diharapkan, bukan hanya sekedar bantuan sembako. Akan tetapi juga bantuan material yang sangat diperlukan untuk memperbaiki perahunya. Terlihat, perahu miliknya sudah mulau kusam.
Cat yang luntur bahkan dari perahu ada yang pecah dan bolong. “Seperti ini lah kondisi perahu saya, makanya saya berharap ada bantuan untuk kami ini,” tandasnya.
Hal yang sama dikatakan oleh Imron (58), pekerja ketek lainnya. Dia mengaku, pendapatan mereka setiap harinya tak bisa diprediksi. Terkadang sedikit, terkadang pula banyak jika warga ramai saat liburan.
Di sisi lain, dampak pandemi Covid-19 juga dirasakan. Penumpang yang sepi, pendapatan pun turun tak lagi seperti biasanya. Hiruk pikuknya pekerjaan yang dilakoninya, dicukupkan untuk menafkahi keluarga dan menyekolahkannya.
Kurang lebih 20 tahun menjadi tukang ketek, tak sedikit pun mereka mengeluh dengan pekerjaannya. Meski begitu, dirinya juga meminta dan berharap, agar pemerintah tetap memperhatikan kondisi mereka saat ini.
“Kalau ada bantuan saya juga mau, tapi sayangnya saya tidak dapat untuk bantuan covid-19 itu,” tambahnya. Kata dia, biasanya mereka mendapat bantuan saat sudah mendekati pertarungan kepala daerah. “Kalau sudah lewat masa itu, tidak pernah lagi kami dapat bantuan,” tandasnya. (slt/rib)