Oleh: Musri Nauli
Walaupun Hak Penggugat untuk menentukan siapa yang harus digugat sebagaimana didalam Putusan MA No 305 K/Sip/1971 namun didalam berbagai putusan Pengadilan ataupun didalam Putusan Mahkamah Agung, seringkali disebutkan gugatan kurang pihak.
Didalam berbagai yurisprudensi sering yang disebutkan sebagai kurang pihak adalah pihak-pihak yang harusnya ditarik sebagai tergugat namun didalam gugatannya kemudian tidak dilibatkan dalam perkaranya.
Sebagaimana didalam Putusan MA No 437 K/Sip/1973, tanggal 9 Desember 1975 disebutkan “Karena tanah-tanah sengketa sesungguhnya tidak hanya dikuasai oleh Tergugat I sendiri tetapi bersama-sama dengan saudara kandungnya, seharusnya gugatan ditujukan terhadap Tergugat I bersaudara bukan hanya terhadap Tergugat I sendiri, sehingga oleh karena itu gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima.
Atau dapat juga dilihat didalam Putusan MA No 503 K/Sip/1974, tanggal 12 April 1977 yang menyebutkan “Karena yang berhak atas tanah sengketa adalah ketiga orang tersebut, maka mereka semuanya diikutsertakan dalam perkara ini, baik sebagai Penggugat maupun sebagai Tergugat.
Dapat juga dilihat didalam Putusan MA No 150 K/Sip/1975, tanggal 13 Mei 1975 yang menerangkan “Karena yang berhutang kepada Penggugat adalah dua orang, seharusnya gugatan ditujukan kepada kedua orang tersebut, dan karena gugatan tidak lengkap seperti tersebut (yang digugat hanya satu orang), maka gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima.
Sedangkan didalam Putusan MA No 550 K/Sip/1979, tanggal 8 Mei 1980 diterangkan “Suatu gugatan yang dalam petitumnya menuntut “pembatalan dan pencabutan sertifikat tanah” yang diterbitkan oleh Kantor Pendaftaran Tanah, maka Pemerintah RI cq Kepala Kantor Pendaftaran Tanah harus ditarik sebagai Tergugat. Demikian pula tuntutan untuk membatalkan Surat IPEDA. maka PEMDA/Kepala Kantor IPEDA yang bersangkutan juga harus ditarik sebagai Tergugat.
Begitu juga terhadap penguasaan barang yang menjadi obyek sengketa. Maka MA kemudian menerangkan didalam yurisprudensi No 1072 K/Sip/1982 yang menyebutkan “Gugatan harus diajukan kepada siapa yang secara nyata (feitelijke) menguasai barang-barang sengketa.
Dengan tidak ditariknya tergugat didalam gugatan walaupun hak penggugat untuk menentukan siapa yang harus digugat (tergugat) menyebabkan gugatan menjadi kabur (Obscuur libels). Sehingga perkara kemudian dinyatakan tidak dapat diterima (Niet ontvantkelijk verklaar).
Namun perkara yang kemudian dinyatakan tidak dapat diterima (Niet ontvantkelijk verklaar) dapat diajukan gugatan baru. (*) Advokat Jambi