Selain melihat kondisi makam para raja. Rupanya banyak cerita-cerita menarik di kawasan itu. Salah satunya kebiasaan warga di sana.
Kami melanjutkan cerita tentang seputar makam raja. Kali ini, dari Azra Azinnur, Ketua RT 41, Kelurahan Murni. Setelah mengelilingi dan melihat-lihat keindahan makam, kami singgah ke rumahnya.
Rumah dengan cat hijau itu, pintunya terbuka. Setelah mengetuk pintu sambil mengucap salam, terdengar sahutan. Setelah dicari sumbernya, rupanya Azra sedang berkebun.
Baca Juga: Melihat Kondisi Makam Para Raja di Kota Jambi (1)
Kami langsung dipersilahkan masuk rumah olehnya. Wanita yang memiliki tinggi sekitar 150 cm itu, mengenakan baju merah, dipadukan dengan hijab bermotif bunga, yang menambah keanggunan.
Wanita berjilbab ini mengatakan, makam tersebut dianggap keramat. Sehingga ada kepercayaan tertentu yang biasa dilakukan warga sekitar pemakaman.
Jika hendak mengadakan acara, mereka harus minta izin. Datang ke makam untuk berziarah. Warga sekitar percaya, jika tidak dilakukan, maka hal buruk bakal menimpa.
Selain itu lanjut Azra, menurut cerita orang dulu, kelingking Raden Mattaher tidak bisa dipotong dengan senjata tajam. Belanda akhirnya menghantam kelingkingnya dengan gilingan cabai besar. Putus.
Konon, kekuatan dan kesaktian Raden Mattaher ada di kelingkingnya. Setelah itu, Belanda langsung menembaknya sampai gugur. Ini juga menjadi alasan, kenapa makam Raden Mattaher ada dua tempat.
Jasadnya di pemakaman raja-raja di Danau Sipin Kota Jambi, dan kelingkingnya berada di Desa Muara Jambi, Kecamatan Marosebo, Kabupaten Muarojambi.
Lanjutnya, Makam Raja-Raja banyak dikunjungi dari pihak keluarga dan keturunan Raden Mattaher. Tidak hanya itu, makam ini ramai apabila bertepatan dengan Hari Pahlawan, yaitu 10 November dan juga Hari Ulang Tahun Jambi.
"Banyak para pejabat mengunjungi makam para raja ini, untuk memanjatkan doa dan mengenang jasa para pahlawan. Mulai dari Gubernur, Wali Kota dan juga Ketua DPRD Provinsi Jambi," kata Azra.
Makam ini juga banyak dikunjungi pelajar dan mahasiswa, yang ingin menggali sejarah perjuangan Jambi. Tapi di masa pandemi, lokasi ini sepi. "Paling anak cucunya yang berkunjung," kata dia.
Azra hanya bisa berharap, jalan yang menyusuri pemakaman ini diperhatikan. Dipasang lampu jalan. Dia khawatir, karena di malam hari banyak anak-anak yang pergi dan pulang mengaji melewati jalan ini. "Takutnya anak-anak tidak berani lagi lewat sini, dan dak mau ngaji," tutupnya. (tamat)