Oleh: Musri Nauli
Selain telah diterapkan Pengadilan agama didalam lingkup peradilan di Indonesia, berbagai regulasi juga telah mengatur tentang tatacara, mekanisme hukum Islam didalam hukum Nasional.
Dengan lahirnya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, maka pengelolaan perbankan menggunakan hukum Islam telah menjadi hukum nasional.
Berbagai istilah yang dikenal didalam hukum Islam seperti bank Syariah, prinsip Syariah, akad, akad wadi’ah, Akad mudharabah, transaksi sewa-menyewa (ijarah), sewa beli (ijarah muntahiya bittamlik), transaksi jual beli (murabahah, salam, dan istishna), transaksi pinjam meminjam (qardh) atau transaksi sewa-menyewa jasa (multijasa) kemudian dijelaskan didalam UU No 21 Tahun 2008.
Didalam UU No 21 Tahun 2008 telah dijelaskan yang dimaksudkan dengan Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
Akad adalah kesepakatan tertulis antara Bank Syariah atau UUS dan pihak lain yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan Prinsip Syariah.
Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh Nasabah kepada Bank Syariah dan/atau UUS berdasarkan Akad wadi’ah.
Sedangkan aturan yang memaparkan mengenai penyelesaian sengketa, yang tak boleh bertentangan dengan prinsip syariah.
Tatacara, mekanisme perbankan berdasarkan syariah yang kemudian telah diatur didalam regulasi hukum nasional membuat Hukum Islam kemudian telah menjadi bagian dari hukum nasional.
Sekali lagi membuktikan. Indonesia juga menerapkan sistem hukum Islam didalam sistem hukum nasional. (*)
Advokat Jambi