JAKARTA - Hingga saat ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus mengembangkan pengusutan kasus korupsi e-KTP yang sudah terjadi beberapa waktu yang lalu.
Terlebih, sejumlah tokoh dikait-kaitkan atas kasus ini.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan membuka kemungkinan mengusut keterlibatan sejumlah politisi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP.
Politikus seperti Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo hingga Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI (Menkumham), Yasonna Laoly disebut menerima fee e-KTP ketika menjabat selaku anggota Komisi II DPR.
"Kalau memang ada hal-hal baru dan memang bisa mengarah kepada perbuatan-perbuatan yang bisa dimintakan secara pertanggungjawaban pidana, tentu akan kami kembangkan," ucap Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto di Gedung Merah KPK, Jakarta, Kamis (3/2).
Karyoto mengakui, berdasarkan penyidikan oleh KPK, terdapat sedikitnya tiga klaster yang diduga turut terlibat dalam sengkarut e-KTP.
Ketiga klaster masing-masing politisi, pejabat pembuat komitmen, dan vendor swasta.
Apabila nantinya berdasarkan penyidikan memunculkan temuan baru, ia menyatakan KPK tak segan untuk mengembangkan perkara demi menetapkan tersangka baru.
"Prinsipnya ya nanti kita lihat apakah dengan nanti penyidikan yang ini ada hal-hal temuan baru, ya kami memperhatikan," tegas Karyoto.
Diketahui, nama Ganjar Pranowo hingga Yasonna Laoly masuk dalam pusaran kasus e-KTP.
Dalam surat dakwaan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Irman, Ganjar disebut menerima uang panas e-KTP sebesar 520 ribu dolar AS.
Selain Ganjar, Menkumham Yasonna Laoly turut disebut menerima 84ribu dolar AS.
Selanjutnya, nama Gubernur Sulawesi Utara (Sultra) Olly Dondokambey yang saat itu menjabat pimpinan Badan Anggaran (Banggar) DPR disebut menerima 1,2 juta dolar AS.
Namun dalam berbagai kesempatan, ketiganya membantah telah menerima uang dari proyek senilai Rp5,8 triliun tersebut.(*)