Masalahnya datang bertubi-tubi. Sejak di bangku sekolah. Tapi itu tidak lantas meruntuhkan semangatnya. Wanita ini justru tenggelam dalam hafalan-hafalan Alquran, yang membimbing hidupnya hingga saat ini. Berikut kisahnya.
Untuk bertemu pemilik nama lengkap Novia Putri Handayani (22) ini cukup sulit. Bukan karena dia menghindar. Segudang kesibukannya, membuatnya harus pintar-pintar membagi waktu.
Jambi Independent akhirnya bisa bertemu dengannya. Sesuai janji, kami berjumpa di Masjid Agung Al-Falah, Kota Jambi, Jumat (15/10). Sekitar pukul 10.30, tim sudah tiba di masjid kebanggaan masyarakat Kota Jambi itu.
Di masjid yang terkenal dengan sebutan Masjid Seribu Tiang itu, wanita berkulit putih yang biasa disapa Novi sudah menunggu. Sambil duduk-duduk di luar. “Mau minum dulu?” tawarnya, ramah.
Bungsu dari tiga bersaudara ini terlihat anggun, dengan tunik kuning yang dipadukan dengan jilbab warna senada. Kami lalu duduk di dalam masjid itu. Sudah mulai ramai. Jemaah sudah mulai berdatangan. Ada yang sedang mengaji, ada juga yang melaksanakan salat sunat.
Novi tidak langsung tergerak menjadi penghafal Quran. Banyak lika liku yang dihadapinya. Sebenarnya, putri dari Purwadi (alm) dan Suryani ini sudah punya bakat. Dulu, dia pernah lomba MTQ di Malang. Sekitar 10 tahun lalu.
Tapi saat itu, dia tak terlalu serius. Cuma setengah-setengah menjalaninya. Kehidupannya lalu berlanjut. Masalah mulai menghinggapi hidupnya. Lebih banyak masalah keluarga.
Ini membuatnya kepikiran. Apalagi, kedua orang tuanya ikut susah, dengan hal itu. Dari situ, dia bertekad akan membahagiakan kedua orang tuanya. “Aku tidak bisa mengandalkan dunia saat itu, aku ingin membalas jasa orang tuaku dengan memakaikan mahkota ke kepalanya di surga nanti,” ucap Novi.
Gadis ini punya otak encer. Di sekolahnya dulu, dia pernah ikut Olimpiade Ekonomi. Hingga kini pun, dia masih diundang sekolahnya untuk menjadi tutor. Lulus MAN Model, tekad Novi makin kuat. Dia lalu memutuskan mondok di Ta’mirul Islam, salah satu Pondok Pesantren di Jawa Tengah. Di sana, dia dibimbing salah seorang guru besar, Ali Imron. Lalu digodok lagi oleh Ustadz Syamsu bersama istrinya.
Hal pertama yang harus dilakukan saat hendak menghafal Alquran, adalah meluruskan niat. Target hafalan selama mondok sebanyak adalah 5 juz dalam sebulan. Dia berhasil meraih kurang lebih 16 juz, dalam tiga bulan.
Sayangnya, niatnya sempat terhenti. Ayahanda tercinta jatuh sakit. Novi pun harus pulang. Tak ingin jauh dari ayahnya. Akhirnya dia kuliah di Universitas Islam Negeri Sultan Thaha Syaifuddin (UIN STS) Jambi, Jurusan Ekonomi Syariah, tahun 2017 silam.
Di Jambi dia berusaha menjaga dan mempertahankan hafalannya. Tidak mudah. Penuh tantangan dan godaan. Semua harus dihadapi mulai dari tantangan lahiriyah hingga bathiniyah. Dia sempat goyah. Imannya mulai lemah.
Upayanya terus menghafal Alquran bahkan sempat tidak didukung sang kakak. “Dia (kakak) pernah bilang, kau in baco Quran terus. Liat tu na bapak,” kenangnya, dengan mata berkaca-kaca. Tapi Novi tetap bersikeras. Dia terus menjaga hafalannya, demi memahkotai orang tuanya di surga.
Dia mulai mencari lingkungan baru, wadah yang bisa membuatnya untuk terus tetap konsisten pada tekadnya. Prosesnya cukup panjang. Hafalannya pun sempat tersendat. Seharusnya target 1 bulan 5 juz, menjadi 3 bulan.
Itu pun dia membina dirinya dengan tajwid dan tahsin yang sedikit berantakkan. Usaha memang tak pernah bohong. Novi kini menjadi penghafal Quran. Tapi yang membuatnya bahagia, saat sang ayah menghembuskan nafas terakhir, dia sudah berhasil menghafal 30 juz.