JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri membongkar kasus penyelewengan pupuk bersubsidi di Kabupaten Tangerang, Banten, yang merugikan negara dan petani senilai Rp 30 miliar.
Kasatgas Pangan Polri Irjen Helmy Santika mengatakan dalam kasus ini dua tersangka berinisial AEF (40) dan MD (61) yang ditangkap.
“Untuk kedua tersangka ini diduga telah melakukan kejahatannya sejak 2020 lalu," kata Helmy di Bareskrim Polri, Senin (31/1).
Dari hasil penyelidikan awal, AES dan MD melakukan aksi kejahatannya dengan berbekal e-RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok).
“Keduanya mencantumkan nama penerima fiktif, bukan petani, hingga penerima yang sudah meninggal,” kata Helmy.
Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan menambahkan pengungkapan berawal adanya informasi masyarakat pada 30 Januari 2022.
Dari situ, Dittipideksus Bareskrim Polri mengungkap adanya penyalahgunaan pupuk bersubsidi oknum pemilik kios pupuk lengkap (KPL) yakni AEF dan MD di wilayah distribusi Mauk dan Kronjo, Kabupaten Tangerang.
“Hal ini diketahui dari e-RDKK yang terdapat daftar penerima fiktif, bukan petani dan bahkan sudah meninggal dunia,” kata Whisnu.
Menurut Whisnu, dari pemeriksaan didapati alokasi didistribusikan ke pihak yang tidak berhak dengan harga Rp 4.000 per kg di atas harga eceran tertinggi (HET) dan sebesar Rp 2.250 per kg untuk pupuk Urea.
Dalam kasus ini, penyidik juga menyita sejumlah barang bukti seperti dua mobil pick up, enam bundel dokumen e-RDKK 2020-2022, satu bundel dokumen rekap penjualan, dan fotokopi KTP petani periode 2020-2022.
“Lalu ada lima buku dan kartu tani, satu unit mesin EDC keluaran Bank BRI, sebanyak 400 karung pupuk urea bersubsidi dengan berat total 20 ton, 200 karung pupuk phonska bersubsidi dengan berat total 10 ton, 30 karung organik bersubsidi berat total 1,5 ton, uang hasil penjualan pupuk bersubsidi Rp 8 juta,” beber Whisnu.
Kini kedua pelaku sudah ditangkap dan menjalani penahanan. Keduanya juga dijerat dengan pasal berlapis.
“Pelaku dikenakan Pasal 6 Ayat 1 huruf (b) Juncto Pasal 1 sub 3 (e) Undang-Undang Darurat Nomor 7 tahun 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi dan atau Pasal 21 Ayat 1 Juncto Pasal 30 Ayat 2 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 15/M-DAG/PER/4/2013 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian,” beber Whisnu.
Kemudian dikenakan juga Pasal 12 Ayat 1 dan 2 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 49 Tahun 2020 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubdisi Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2021 dan atau Pasal 4 Ayat 1 huruf (a) Juncto Pasal 8 Ayat 1 Peraturan Perundang-Undangan Nomor 8 Tahun 1962 tentang Perdagangan Barang Dalam Pengawasan dan atau Pasal 2 Ayat 1 dan Ayat 2 Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2011.
Selanjutnya Pasal 263 Ayat 1 dan atau Ayat 2 KUHP dan atau Pasal 2 dan atau 3 dan atau 5 Ayat 1 dan atau 12B Ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(cuy/jpnn)