Oleh: Musri Nauli
Tidak dapat dipungkiri, wacana hukum Islam sudah menjadi pengetahuan hukum dalam praktek peradilan.
Peradilan Agama merupakan lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Peradilan Agama diatur didalam UU No 7 Tahun 1989. Dengan berlakunya UU No 7 Tahun 1989 maka Pengadilan Agama kemudian mencabut Pengadilan Agama diluar Jawa - Madura yang diatur didalam PP No 45 Tahun 1957.
Didalam UU No 7 Tahun 1989 disebutkan Pengadilan Agama berkedudukan di Kotamadya atau di Ibukota Kabupaten. Sedangkan Pengadilan Tinggi Agama berkedudukan di Ibukota Provinsi.
Pengadilan Agama kemudia memeriksa perkara yang berkaitan seperti perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf dan shadaqah. Perkawinan meliputi seperti Cerak talak/gugat cerai.
Sehingga terhadap perselisihan hukum yang berkaitan dengan cerak talak/gugat cerai, waris, wasiat, hibah dan wakaf dapat diselesaikan di Pengadilan Agama.
UU Peradilan Agama kemudian diubah dengan UU No 3 Tahun 2006 dan UU No 50 Tahun 2009.
Dengan adanya Peradilan Agama yang memang dikhususkan warganegara yang beragama Islam membuktikan negara kemudian mengakomodir kepentingan rakyat Indonesia yang dominan beragama islam.
Sedangkan terhadap perselisihan umum Tetap dapat dilaksanakan di Pengadilan Negeri (Pengadilan Umum).
Kesalahan ataupun kurang tepatnya memasukkan gugatan menyebabkan perkara kemudian dapat dinyatakan tidak dapat diterima oleh Pengadilan. (*)
Advokat Jambi