JAKARTA, JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID – Tewasnya Dokter Sunardi akibat ditembak mati tim Densus 88 Antiteror Polri, di Sukoharjo, Jawa Tengah, terus disikapi berbagai kalangan.
Belakangan, Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menyinggung peristiwa KM 50 atau kasus penembakan laskar FPI, setelah heboh peristiwa Dokter Sunardi.
Apalagi, Dokters Sunardi disebut Polisi sebagai tersangka terorisme dan terpaksa ditembat lantaran dianggap melawan petugas.
Bahkan, Komnas HAM pun, berencana meminta keterangan Densus 88 terkait tewasnya terduga teroris itu.
Baca Juga: Diancam Amerika Jika Bantu Rusia, China: Belum Pernah Dengar Itu
Baca Juga: Rudal Nuklir Satan 2 Rusia Sanggup Musnahkan Satu Negara
Maka dari itu, Reza menduga, rencana Komnas HAM memanggil Densus 88 betujuan untuk menguji, apakah penembakan terhadap Dokter Sunardi tergolong sebagai lawful killing atau unlawful killing.
"Jika Komnas HAM menyimpulkannya sebagai unlawful killing, maka boleh jadi akan ada proses hukum seperti pada kasus KM50," ucap Reza dikutip pada laman JPNN.com pada Senin (14/3).
Penyandang gelar MCrim (Forpsych-master psikologi forensik) dari Universitas of Melbourne Australia itu juga menyoroti soal kebenaran Dokter Sunardi bagian dari jaringan teroris atau tidak.
"Sayangnya kita (Indonesia, red) tidak punya mekanisme untuk mengujinya, mengingat Dokter Sunardi sudah tewas," ucap pria asal Indragiri Hulu, Riau itu.
Baca Juga: Sebut Hasil Kerja Densus Dipaksakan, PA 212: Bubarkan Saja
Menurut Reza, andai Indonesia mengenal posthumous trial, persidangan bagi terdakwa yang sudah meninggal maka diharapkan akan ada kepastian status para terduga teroris di mata hukum.
"Mungkin posthumous trial perlu diadakan sebagai bentuk penguatan terhadap operasi pemberantasan terorisme," sebut pria yang pernah mengajar di PTIK itu.
Diketahui Densus 88 Antiteror menembak mati Sunardi pada Rabu (13/3) malam.