JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID, JAMBI – Pasca terjadinya banjir dan genangan air di beberapa wilayah Kota Jambi, Wali Kota Jambi, Syarif Fasha angkat bicara. Yang terjadi kata dia, adalah genangan air. Bukan banjir. Sebab, banjir memiliki sifat bertahan 2 sampai 3 hari. Sedangkan genangan langsung surut.
Genangan itu katanya, dikarenakan saluran dimensi drainase yang ada terlalu kecil. Sehingga tidak lagi bisa menampung curah hujan yang turun cukup lama. “Termasuk yang di depan Transmart, saya sempat bingung kok bisa ada genangan padahal sedang dibangun dan perbaikan drainase,” sebut Fasha.
Ternyata, drainase yang sedang dibangun di seberang Transmart ini, belum menyambung secara penuh dan tidak ada crossing jalan. “Saya sudah minta PUPR buat alternatif crossingnya. Tahap pengerjaan jangan sampai ada titik-titik yang ditutup atau dibuntukan, itu harus longgar semua,” jelasnya.
Sementara disinggung mengenai salah satu titik banjir, di mana warga enggan memberikan lahan untuk dibangun drainase dan malah membangun tembok, Fasha mengaku akan mengeceknya terlebih dahulu.
“Saya baru dengar. Nanti kita periksa, ada tidak izin bangun temboknya. Sepanjang tidak ada izin, kita bongkar,” tegasnya. Sebelumnya, di Lorong Riska Tani, RT 19, Jalan Rika Tani, Kelurahan Simpan IV Sipin, Kecamatan Telanaipura sempat terjadi banjir.
Sejak subuh hari, air menggenangi sejumlah ruas jalan di sana. Tak tanggung, di salah satu titik ketinggian air bisa mencapai paha orang dewasa. Bahkan sejumalh rumah juga terlihat terendam.
Tak lain, banjir disebabkan kondisi drainase atau aliran sungai yang kecil. Apalagi ada tembok-tembok pagar milik warga di sisi drainase. Alirannya juga dangkal.
Pantauan Jambi Independent memang, kondisi aliran sungai itu tampak kecil. Selain itu, di kiri-kanannya terdapat tembok pagar warga. Termasuk di belokkan aliran sungai tak jauh dari titik banjir.
Kabid Sumber Daya Air (SDA) Dinas PUPR Kota Jambi, Yunius mengatakan, hal itu merupakan permasalah lama, yang saat ini masih terus dicari solusinya. Selain karena kondisi bangunan atau drainase yang sudah tua, juga ditenggarai warga yang enggan memberikan sedikit lahannya untuk jalur drainase.
“Kita juga sudah sering koordinasikan dengan masyarakat, namun memang masyarakat enggan. Itu jalur utama aliran dari UPCA ke Kacapiring dan ke Kenalibesar itu,” jelasnya.
Memang, rencana membongkar ulang drainase tersebut ada. Namun sepertinya harus tertunda lantaran membutuhkan anggaran yang besar mencapai Rp 2 miliar lebih. Selain itu juga karena persoalan pembebasan lahan, baik rumah warga yang terlalu dekat dengan drainase dan lainnya. “Mereka tidak mau memberikan untuk pelebaran. Untuk pendalaman tidak bisa lagi,” timpalnya.
Nantinya, jika hal ini masih terus berlangsung maka pihaknya hanya kan memprioritaskan penanganan di titik yang memungkinkan untuk diperbaiki. “Karena mengingat banyak titik lain yang harus diperbaiki. Jika masyarakat memang enggan memberikan lahannya, ya ditinggal saja, menunggu selanjutnya,” jelasnya.
Sementara, genangan air yang terjadi di kawasan Transmart dikatakannya, perlu penanganan serius, dalam hal ini menyediakan atau membuat saluran air yang saling terhubung. “Yang di jalan tidak terkontrol sama saya. Harus berpikir bagaimana selain membuat jalan atau drainase mereka juga memikirkan aliran air yang lancar, terkoneksi. Inilah yang masih menjadi permasalahan saat ini,” ungkapnya.
Selain itu juga, adanya banjir dan genangan ini juga disebabkan beberapa kondisi drainase yang sudah tua dan diapit pemukiman warga. “Sehingga memang pemerintah kesulitan untuk menormalisasikannya,” tukasnya. (zen/rib)