Dirinya memberi catatan penting yang tidak boleh dilakukan guru saat DPA yaitu terlalu cepat memberi nasehat, melabel siswa, meremehkan permasalahannya, serta menyalahkan siswa. Selain itu, Lita mengingatkan para guru untuk juga memperhatikan kesejahteraan dirinya dengan secara rutin melakukan self-care dan manajemen stres agar terhindari dari stress, burn-out, dan compassion fatigue sehingga tetap dapat memberikan dukungan secara optimal.
Sementara itu, founder KGSB, Ruth Andriani mengatakan bahwa dukungan psikologis awal merupakan salah satu bentuk keprihatinan akan kondisi kesehatan mental yang banyak dialami oleh usia anak dan remaja di Indonesia. Melalui Pelatihan PFA ini para guru serta sekolah diharapkan akan memiliki pemahaman dan kemampuan untuk memberikan DPA yang tepat untuk siswa yang mengalami masalah psikologis.
“Sekolah merupakan salah satu lingkungan tempat tumbuh kembang anak dan remaja. Sekolah idealnya merupakan jaring pengaman bagi peserta didiknya. Untuk itu, kami berinisiatif untuk memfasilitasi guru dalam mengembangkan kemampuannnya di bidang DPA guna mengatasi masalah kesehatan mental pada siswa,” katanya.
Sementara Founder Rumah Guru BK dan Widyaiswara di PPPPTK Penjas dan BK Kemendikbud Ristek RI, Ana Susanti, M.Pd. CEP, CHt menambahkan, cakupan wilayah Pelatihan PFA yang luas di seluruh Indonesia ini sejalan dengan salah satu program Kemendikbud Ristek RI yakni memberikan pelatihan peningkatan kompetensi guru di seluruh Indonesia.
“Sejauh ini program pelatihan PFA dari Kemendikbud Ristek RI masih terbatas untuk guru se-Indonesia, tentunya masih belum sebanding dengan jumlah guru yang ada di Indonesia. Adanya Pelatihan PFA dari KGSB ini sangat bermanfaat untuk memeratakan kemampuan para guru di seluruh Indonesia agar masalah kesehatan mental siswa lebih cepat teratasi,” kata Ana.(*)
Artikel ini telah tayang di jabarekspres.com, dengan judul 3.200 Lebih Remaja di Indonesia Bermasalah dengan Mentalnya