Oleh: Musri Nauli
Melanjutkan tema mengenai praperadilan, sebagaimana telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, praperadilan adalah proses untuk menilai yang berkaitan dengan sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka.
Atau “b. sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan.
Dan “permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan”.
Namun menilik dari makna harfiah dari kata “praperadilan” maka dapat dilihat dari makna “pra”. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, kata “pra” diartikan “sebelum”. Dapat juga diartikan “dimuka”.
Kata “pra” sering ditemukan dalam padanan seperti “prasejarah” dari kata sejarah. Dalam literatur, kata “prasejarah” dapat diartikan sebagai periode sebelum dikenalnya tulisan. Sejarah kemudian mencatat, tulisan digunakan pertama kali oleh bangsa Sumeria (3000 SM).
Kembali ke istilah “praperadilan”, maka yang dilihat didalam praperadilan adalah hukum acara yang berkaitan dengan perkara. Namun sama sekali belum menyentuh pokok perkara.
Sehingga pada prinsipnya cuma berkaitan dengan proses hukum yang sama sekali belum masuk pokok perkara. Selain pokok perkara sama sekali belum diperiksa, proses pemeriksaan praperadilan berkaitan dengan hukum acara sekaligus juga menjaga proses hukum tidak bertentangan dengan hukum acara. Sekaligus melindungi hak Asasi dari para tersangka.
Dengan demikian apabila permohonan praperadilan kemudian memasuki pokok perkara atau perkara kemudian sudah dilimpahkan maka proses hukum terhadap praperadilan tidak dapat dilanjutkan.
Hakim kemudian dapat menyatakan perkara dinyatakan tidak dapat diterima. Ataupun perkara kemudian dinyatakan gugur. (*)
Advokat Jambi