Oleh : Eva Marlina, S.E., M.S.AK.
Dosen STIA Setih Setio Muara Bungo
Pertumbuhan ekosistem di era digital secara tidak langsung membuat beragam model bisnis berubah, termasuk juga dalam sektor perpajakan memberikan peluang yang besar. Meski proses digitalitasi sistem perpajakan terus berjalan hingga saat ini, setidaknya ada beberapa tantangan yang perlu diperhatikan oleh pemerintah pusat maupun daerah. Apalagi, Indonesia saat ini telah dikenal sebagai negara ketiga terbesar di Asia untuk pasar digital, setelah China dan India.
Pada Pajak Daerah perkembangan digitalisasi juga mulai hadir dalam pemungutan Pajak Daerah. Optimalisasi Pajak Daerah terus diupayakan oleh Pemerintah Daerah. Perkembangan digitalisasi Pajak Daerah mungkin tidak secanggih yang ada pada Pajak Pusat, namun Pemerintah Daerah akan terus berupaya untuk semakin meningkatkan penggunaan teknologi digital pada pemungutan pajak daerah.
Digitalisasi sistem perpajakan secara signifikan mampu meningkatkan kinerja pelayanan, dan pengalaman masyarakat dalam melakukan pembayaran pajak. Proses transformasi ini juga merupakan salah satu jawaban atas permasalahan khas perpajakan daerah seperti tingkat kepatuhan Wajib Pajak yang rendah, ketidaktersediaan data perpajakan, lemahnya pemetaan potensi pajak, dan maraknya praktik kecurangan dan kebocoran pajak.
Data Base Pajak Daerah
Berdasarkan Pasal 1 UU Nomor 28 Tahun 2009, pajak daerah merupakan kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi maupun badan yang bersifat memaksa berdasarkan UU, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan dimanfaatkan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Untuk mengoptimalkan potensi pendapatan pajak demi kemakmuran rakyat tersebut, banyak hal yang harus dilakukan. Salah satunya adalah dengan mengubah semua kegiatan manual menjadi digital.
Proses digitalisasi perpajakan telah berjalan sejak 2007, ketika Direktorat Jenderal Pajak (DJP) merilis e-Filling, aplikasi berbasis web milik pemerintah. Dengan adanya teknologi tersebut, penerima pajak dapat melapor pajak mereka karena Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) secara online. Tujuh tahun berikutnya, DJP kembali merilis e-Faktur, fitur untuk menyampaikan faktur pajak secara online.
Di Indonesia, terdapat tiga macam sistem pemungutan pajak, yaitu self assessment system, official assessment system, dan withholding system. Untuk pemungutan pajak daerah sendiri hanya menggunakan self assessment system dan official assessment system sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 2016 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah (PP No. 55 Tahun 2016).
Pajak Daerah memiliki dua sektor wilayah pemungutan pajak. Kedua sektor tersebut adalah Pajak Daerah Provinsi dan Pajak Daerah Kabupaten/ Kota. Masing-masing Pajak Daerah memiliki sistem pemungutan tersendiri. Pada era digital ini untuk proses digitalisasi Pajak Daerah tentunya memiliki tantangan tersendiri di mana peluang sesungguhnya terbuka lebar dalam rangka Optimalisasi Pajak Daerah.
Digitalisasi sistem perpajakan secara signifikan mampu meningkatkan kinerja pelayanan, dan pengalaman masyarakat dalam melakukan pembayaran pajak. Proses transformasi ini juga merupakan salah satu jawaban atas permasalahan khas perpajakan daerah seperti tingkat kepatuhan Wajib Pajak yang rendah, ketidaktersediaan data perpajakan, lemahnya pemetaan potensi pajak, dan maraknya praktik kecurangan dan kebocoran pajak.
Tujuannya tidak lain adalah untuk memberikan transparansi dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap layanan perpajakan. Jika semua laporan pajak daerah bisa dilihat di website atau aplikasi, maka akan semakin banyak wajib pajak lebih terdorong untuk menunaikan kewajiban tersebut.
Pajak Daerah yang menjadi fokus pembahasan dalam artikel ini adalah Pajak Daerah Kabupaten/ Kota. Pajak Daerah Kabupaten/ Kota terdiri dari 11 (sebelas) jenis Pajak Daerah menurut undang-undang nomor 28 Tahun 2009 yaitu: (1) Pajak Hotel, (2) Pajak Restoran, (3) Pajak Hiburan, (4) Pajak Reklame,(5) Pajak Penerangan Jalan, (6) Pajak Parkir,(7) Pajak Air Bawah Tanah, (8) Pajak Sarang Burung Walet, (9) Pajak Mineral Bukan Logam/ Galin C, (10) Pajak Bumi dan Bangunan dan (11) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Pajak daerah yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota dapat dipungut dengan dua cara. Pertama, pajak dibayar oleh wajib pajak setelah terlebih dahulu ditetapkan oleh kepala daerah melalui Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lain yang dipersamakan (official assessment system). Dokumen lain yang dipersamakan dapat berupa karcis dan nota perhitungan.
Kedua, pajak dihitung sendiri oleh wajib pajak (self assessment system). Dalam hal ini, pemerintah daerah memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD).