Oleh: Musri Nauli
Sebagaimana didalam Surat Edaran MARI No 3 Tahun 2002 tentang Penanganan Perkara Yang Berkaitan dengan Asas Nebis In Idem menentukan bahwa asas nebis in idem adalah pengulangan perkara dengan objek dan subjek yang sama dan telah diputus serta mempunyai kekuatan hukum tetap, baik dalam tingkat judex factie sampai dengan tingkat kasasi, baik dari lingkungan peradilan umum, peradilan agama dan peradilan tata usaha negara.
Begitu pentingnya perkara yang sudah diputuskan oleh hakim yang kemudian disebutkan sebagai nebis in idem maka perkara haruslah dinyatakan tidak dapat diterima (Mahkamah Agung No 497 K/Sip/1973).
Nebis in idem tidak hanya ditentukan oleh kesamaan para pihaknya saja, melainkan juga adanya kesamaan dalam “objek sengketa” nya ( Mahkamah Agung No 547 K/Sip/1973).
Namun didalam berbagai putusan Mahkamah Agung, tidak dapat disebutkan sebagai nebis in idem apabila Apabila dalam perkara baru ternyata para pihak berbeda dengan pihak-pihak dalam perkara yang sudah diputus lebih dahulu, maka tidak ada nebis in idem (Mahkamah Agung No 102 K/Sip/1972).
Lihat juga apabila obyek sama tetapi pihaknya tidak sama maka tidak dapat disebutkan sebagai nebis in idem (Mahkamah Agung No 1121 K/Sip/1973).
Atau Suatu gugatan yang telah dicabut dan diajukan kembali dengan memasukkan fakta-fakta dan unsur unsur hukumnya sebagai perbaikan, dalam hal yang demikian, tidak ada/tidak berlaku asas hukum “ne bis in idem” (Mahkamah Agung No 650 K/Sip/1974).
Sehingga terhadap perkara yang kemudian dinyatakan sebagai nebis in idem maka gugatan haruslah dinyatakan tidak dapat diterima. Bukan ditolak ( Mahkamah Agung No 588 K/Sip/1973) (*)
Advokat Jambi