Kita Sedang Tidak Baik - Baik Saja
Oleh : Dr. Noviardi Ferzi
Petikan lagu Judika yang berjudul bagaimana kalau aku tidak baik - baik saja, serasa tepat mengambarkan kondisi Indonesia hari ini. Di tinjau dari berbagai aspek, Indonesia sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja. Salah satunya aspek ekonomi, aspek yang berkorelasi erat dengan masalah politik, keamanan dan sosial.
Salah satu masalah yang dihadapi dalam membangun ekonomi, adalah keadilan ekonomi. Masalah keadilan ekonomi sering dilupakan karena orientasi dalam pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan.
Realitas pembangunan yang tidak menghadirkan keadilan ekonomi, cepat atau lambat akan menciptakan bom waktu yang pada saatnya meledak. Ledakan ini biasanya di awali penguasaan sumber ekonomi yang tak berkeadilan, lahan, izin, dana perbankan dan lainnya. Situasi yang melahirkan ketimpangan (gini ratio) yang besar, jurang kemiskinan yang dalam dan melebar serta rapuhnya pranata hukum dan sosial.
Potret ketimpangan ini tidak hanya terjadi pada penguasaan sumber ekonomi besar, seperti sektor tambang, perkebunan, industri dan sektor padat modal dan teknologi semata, tetapi juga pada penguasaan sektor UMKM dan Usaha Mikro.
Dalam hal skala ekonomi, usaha mikro hanya menikmati bagian yang kecil dari potensi UMKM, ini membuat usaha mikro kita susah untuk naik kelas. Khususnya dalam alih keterampilan teknologi, produksi, pengolahan, pemasaran, permodalan, dan SDM.
Padahal tema keadilan, mengamanatkan buah ekonomi sektor ini dinikmati juga oleh pelaku UMKM, tapi sekarang ada kecendrungan usaha mikro juga dilakukan pengusaha besar untuk terjun ke Industri mikro. Tentu saja ini melahirkan ketimpangan penguasaan ekonomi. Besar dan kecil dilakukan kelompok usaha besar.
Kondisi ini menjadi anomali terhadap amanat kemerdekaan Indonesia terciptanya suatu masyarakat yang adil dan makmur adalah cita-cita setiap negara. Keadilan dan kemakmuran bukanlah dua hal yang mudah atau gampang untuk diwujudkan.
Realitas yang ada membuktikan bahwa keadilan dan kemakmuran jauh dari negara ini. Di mana-mana terjadi ketidakadilan, yang kaya semakin kaya, sedangkan yang miskin terus melarat. Kemiskinan tampaknya bukan lagi masalah baru yang ada di dunia, terlebih di negara Indonesia. Nampaknya kemiskinan telah menjadi nenek moyang kita yang terus hadir dan mendampingi kita hingga saat ini.
Masalah kemiskinan bukanlah suatu masalah yang timbul dengan sendirinya atau tanpa sebab. Kemiskinan dan pemerkosaan hak-hak kaum kecil bukanlah terjadi secara alamiah, melainkan terjadi karena ketidakadilan.
Jika kita merujuk pendapat Aristoteles yang mengatakan keadilan berhubungan dengan tingkah laku manusia, yakni mengenai kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan ini dimaksudkan sebagai titik tengah di antara dua ujung ekstrim yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Ini berarti bahwa keadilan merupakan keadaan yang setara atau sesuai dengan proporsi. Makin tak layak cara manusia bertindak, maka keadilan akan makin hilang.
Idealnya, ke depan pembangunan ekonomi dengan poros pertumbuhan ekonomi, harus membuka jalan pada perwujudan keadilan ekonomi.
Dalam tataran kebijkan semestinya ada perlakuan khusus terdapap pelaku usaha mikro bisa dilakukan dengan memberi kesempatan dengan mendorong kemitraan antara pelaku UMKM dengan usaha menengah maupun besar, baik seperti menjadi supplier pengadaan barang, pengerjaan proyek, hingga pemberian Suku Bunga murah.
Dengan adanya special treatment kepada usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi, maka diharapkan untuk jangka panjang akan terbangun ekonomi kelas menengah yang kuat, bisa mendongkrak keberadaan usahawan pribumi mewujudkan keadilan ekonomi. Jika tidak ingin terjebak pada situasi tidak baik - baik saja.****Pengamat.****
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: