SPP Belum Lunas, Tak Boleh Ikut Ujian
JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID, KOTA JAMBI, JAMBI – Pengalaman tak mengenakkan dialami dua kakak beradik, Devi Okta (18) dan Riski Damayanti (14) yang bersekolah di Yayasan Al Madrasatul Mahdaliyah, yang terletak di Jalan Sunan Kalijaga, tepatnya di depan MM Sentosa Arizona.
Mereka dikabarkan diusir dari tempat mereka bersekolah, saat akan mengikuti ujian sekolah, Kamis (2/12) lalu. Alasannya, mereka belum melunasi Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) sekolah sejak Agustus lalu.
Mirisnya, hal itu diakui Devi Okta keluar langsung dari mulut kepala sekolah, berinisial TY. Saat itu, ia dan sang adik datang ke sekolah untuk ikut ujian sekolah.
Tak lama setelah masuk ke dalam kelas, seorang guru yang biasa disapa miss Putri, menghampiri Devi agar ia dan adiknya dapat menemui guru lain, Ina perihal uang SPP yang belum terbayarkan. Setelah bertemu, Devi rencana akan membuat surat perjanjian untuk membayar uang SPP tersebut.
Hanya saja, ketika akan masuk ke kelas kembali, tiba-tiba kepala sekolah berinisial TY berkata padanya, bahwa Devi dan sang adik tidak boleh ikut ujian jika belum lunas atau membayarnya separuh.
“Ibu (kepala sekolah,red) ngomong kayak itu di depan banyak orang (teman-temannya,red) di depan kelas. Tapi baru mau buat surat perjanjian, sudah dibilang gitu sama kepala sekolah (TY,red),” jelas Devi, saat dijumpai di rumahnya di RT 05, Kelurahan Simpang III Sipin, Kecamatan Kotabaru, kemarin (8/12).
Sontak saja, hal itu membuat Devi dan sang adik tak nyaman dan memilih pulang ke rumah menceritakan hal itu ke orang tuanya. Hingga kemarin, Devi dan sang adik tak kunjung ke sekolah. Padahal, Devi segera akan menamatkan sekolahnya.
“Gara-gara dibilang itu, saya langsung balek. Kan kemarin pandemi, jadi mamak tidak kerja,” singkatnya. Senada juga dikatakan nenek Devi, Wika. Saat itu, Devi dan sang adik pulang ke rumah dengan kondisi menangsi dan menceritakannya. Namun, karena keterbatasan ekonomi keluarga, mereka tak bisa berbuat apa-apa.
“Sebelumnya juga sudah ada ke sana, tapi tidak ada tanggapan dan toleransi. Ibu mereka kerja sebagai ART, sedangkan ayahnya juga kerjaannya tak tetap,” singkat Wika, menimpali.
Sementara itu, Wakil Kepala Sekolah Aliyah, Redi Zulpianto menampik mengenai isu pengusiran yang berkembang tersbut. Kata dia, itu bukan pengusiran dan hanya miss komunikasi. Melainkan penundaan ujian, lantaran belum dibayarkannya SPP sejak lama.
Dia membeberkan, tunggakan SPP Devi Okta mencapai Rp 1,6 juta, termasuk uang OSIS. Itu terhitung tunggakan September 2020 lalu hingga Desember tahun ini. “Per bulannya Rp 100 ribu. Kalau adiknya, rekapnya belum tahu karena yang mengurusnya kebetulan tidak masuk. Namun untuk Riski, itu perbulannya Rp 65 ribu,” bebernya.
Dijelaskannya, memang saat masuk sekolah ada kesepakatan, jika siswa belum membayar atau belum melunasi SPP, belum boleh ikut ujian. Terkecuali ada itikad baik, membayar separuhnya. “Masalah berbicara mampu atau tidak, kalau memang tidak sanggup silakan membuat Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari kelurahan. Jadi SPP anak bisa dibicarakan atau dikurangi bahkan digratiskan. Tapi orang tuanya tidak mau,” jelasnya.
Bahkan, mengenai tunggakan tersebut, ia mengaku pihak sekolah sudah berusaha mediasi. Hanya saja, orang tua siswa tersebut tidak mau. “Kami tidak mempersulit siswa, pasti ada solusinya. Di sini juga banyak SPP yang gratis, dikurangi. Tapi orang tua merek datang dengan niat baik,” sebutnya.
Dia pun sangat menyayangkan, permasalahan ini menjadi besar. Padahal, permasalah ini sebenarnya bisa diselesaikan secara kekeluargaan. “Itu bersifat interen. Kalau diselesaikan secara kekeluargaan mungkin ada solusinya,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: