Teman Perjuangan Dibalik Naik dan Jatuhnya Napoleon Bonaparte
Oleh : Dr. Noviardi Ferzi
-- Didedikasikan tulisan ini untuk Jendral Yun Ilman akan gairahnya diskusinya yang besar-- **
ADA satu kisah yang jarang diangkat para penulis, kisah ini tentang cerita di balik barak, tentang kejatuhan Napoleon Bonaparte Jendral penguasa Perancis yang terkenal.
Ia adalah seorang pemimpin militer dan kaisar Prancis yang menaklukkan sebagian besar Eropa pada awal abad ke-19. Lahir di Pulau Corsica, Napoleon dengan cepat naik pangkat militer selama Revolusi Perancis (1789-1799).
Dalam ranah militer saat itu hingga kini Napoleon Bonaparte adalah keajaiban, bagaimana tidak, ia telah menjadi Jendral bintang satu di usia 24 tahun, saat pengabdian militernya baru 7 tahun. Napoleon adalah perwira yang tangguh, peminpin militer yang brilian, pahlawan perang yang tak pernah kalah pada zamannya.
Setelah merebut kekuasaan politik di Prancis dalam kudeta 1799, ia memahkotai dirinya sendiri sebagai kaisar pada tahun 1804. Cerdik, ambisius dan ahli strategi militer yang terampil, Napoleon berhasil melancarkan perang melawan berbagai koalisi negara-negara Eropa dan memperluas kerajaannya.
Namun, setelah invasi Prancis yang berujung kekalahan ke Rusia pada tahun 1812, Napoleon turun tahta dua tahun kemudian dan diasingkan ke pulau Elba. Pada tahun 1815, ia secara singkat kembali berkuasa dalam kampanye Hundred Days-nya.
Setelah kekalahan telak di Pertempuran Waterloo, ia turun tahta sekali lagi dan diasingkan ke pulau terpencil Saint Helena, tempat ia meninggal pada usia 51.
Tulisan ini bukan dimaksudkan untuk mengulas sejarah hidup sang kaisar, tetapi ingin memotret cerita kekalahan sang Jenderal dalam perang Waterloo palagan terakhirnya.
Kenapa Sang Napoleon Kalah ? Tentu ada banyak alasan yang ditulis sejarah akan peristiwa itu. Dari analisa meletusnya gunung krakatau hingga kesalahan perhitungan militer.
Namun dalam catatan sejarah yang tertulis, Napoleon memiliki kesalahan mendasar selaku seorang jendral.
Sebuah kesalahan dalam menyusun formasi pasukan dan perwira yang dikomandoinya, membuat peta yang digunakan Napoleon Bonaparte menjadi kunci kekalahannya dalam pertempuran di Waterloo 1815 yang sekaligus mengakhiri karier militer dan politik Napoleon.
Berdasarkan sebuah catatan, Napoleon merasa jumawa atau percaya diri berlebihan akan kekuatan pasukannya. Namun, dibalik sikap jumawa ini Napoleon tidak menyadari perwira yang mendampinginya saat perang di Waterloo bukanlah perwira yang mengantarkannya di puncak kejayaan di militer dan politik.
Tak banyak diketahui sejarah, Napoleon adalah orang yang loyal dengan para bawahannya, namun dengan mudah pula melupakannya ketika kemenangan diperoleh. Walhasil ketika perang di Waterloo tak banyak perwira yang berpengalaman ketika ia membutuhkan kehandalan. Hingga akhirnya sejarah mencatat Napoleon dengan mudah mencapai kejayaannya, namun dengan mudah pula kehilangan kekuasaasnya.
Salah satu hal yang mendasar yang membuat Napoleon kalah, ketika perwira di sekelilingnya, gagal memetakan posisi pasukan pimpinan Duke of Wellington (lawan) karena kesalahan peta yang dibuat orang sekelilingnya.
Konsekuensinya, Napoleon mengarahkan artilerinya ke arah yang salah sehingga tembakan meriam-meriamnya tak mengenai pasukan gabungan Inggris, Prusia dan Belanda."Napoleon mengandalkan sebuah peta salah untuk menyusun strategi dalam pertempuran besar terakhirnya. Sebuah kesalahan seorang Kaisar yang memiliki perwira handal disekelilingnya.
Fakta ini menjelaskan mengapa seorang pemimpin harus mampu menyusun formasi pasukannya dengan orang yang handal dan dapat dipercaya. Karena jika salah mengambil keputusan dan mengalami disorientasi, bukan hanya di medan perang tapi juga di kehidupan. Pesan tulisan ini hanya satu, susun formasi pasukanmu, rawat loyalitas mereka dan jangan meninggalkan mereka yang telah membantumu. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: