JAKARTA,JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID- Ibu Kota Negara DKI Jakarta diprediksi akan tenggelam pada 2050 mendatang. Hal ini akan benar benar terjadi jika tidak ada upaya pengendalian atas tingginya penggunaan air tanah di wilayah Jakarta.
Direktur Utama PAM Jaya Arief Nasrudin mengatakan jika eksploitasi air tanah masif dilakukan secara terus menerus, maka prediksi DKI Jakarta akan tenggelam pada 2050 sangat besar terjadi.
"Prediksinya di tahun 2050, diprediksikan 90 persen dari wilayah Jakarta, terutama di bagian utara itu akan bisa juga kemudian tenggelam," ujarnya.
Dikatakannya bahwa penggunaan air tanah yang tidak terkendali bisa berdampak pada lingkungan, sehingga berbahaya bagi kehidupan di Jakarta di masa mendatang.
"Pengambilan penggunaan dari air tanah ini masih sangat besar sekali di Provinsi DKI Jakarta. Hal ini membuat banyak efek ekologi yang menjadi salah satu ancaman," kata Arief dalam acara diskusi daring, ditulis Selasa 9 Agustus 2022.
Guna menanggulangi permasalahan itu, lanjut Arief, PAM Jaya akan berupaya memenuhi kebutuhan air masyarakat Jakarta lewat pipanisasi air.
Ia mengakui bahwa saat ini belum seluruh warga Jakarta mendapat pelayanan pipanisasi air.
"PAM Jaya menargetkan 100 persen warga Jakarta dapat terlayani air pipa pada 2030," pungkasnya.
Jakarta Tenggelam Disebabkan Aktivitas Manusia
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Edvin Aldrian mengatakan, penurunan muka tanah akibat aktivitas manusia menjadi penyebab utama meningkatkan potensi sebagian Jakarta dan pesisir Pantura tenggelam.
Artinya, potensi tenggelamnya Jakarta bukan dikarenakan kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim.
"Sebenarnya terjadi kenaikan muka air laut bukan karena perubahan iklim, akan tetapi yang terjadi adalah lebih banyak penurunan muka tanah karena banyak air tanah di perkotaan-perkotaan Pantura itu airnya disedot dihisap," kata Edvin.
Edvin menuturkan, permukaan tanah menurun di Pantura jauh lebih tinggi dan jauh lebih cepat dibandingkan laju kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim yang menyebabkan es di daratan mencair.
"Yang dikhawatirkan dari dampak perubahan iklim adalah semua lapisan es yang berada di permukaan tanah mencair," ujar Edvin yang juga anggota Dewan Panel Ahli Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel on Climate Change/IPCC).
Edvin menjelaskan, ada tiga pusat lapisan es di daratan di dunia, yaitu Kutub Selatan, daerah-daerah di Greenland di Denmark, dan di Pegunungan Himalaya di Asia.
"Yang kita khawatirkan terjadi pelelehan dan akan menambah muka air laut itu, jadi muka air laut dapat menjadi meluap atau istilahnya bertambah tinggi karena pelelehan es yang ada di daratan atau bisa juga karena salinitasnya menurun. Salinitas ini kembali lagi karena penambahan volume air yang ke lautan," tuturnya.
Edvin menambahkan, hasil pengukuran di daerah utara Jawa, ternyata hanya terjadi kenaikan muka air laut sebesar 3,6 mm per tahun.
Kendati begitu, besaran kenaikan muka air laut itu sebenarnya tidak cukup menjadi faktor sendiri untuk menenggelamkan sebagian wilayah Jakarta atau pesisir Pantura dalam beberapa puluh tahun ke depan.
"Karena untuk mencapai kenaikan muka air laut beberapa meter saja membutuhkan waktu sekitar 100 tahun jika hanya mempertimbangkan faktor kenaikan muka air laut tersebut," pungkasnya. (viz)
Dengan judul Ibu Kota Terancam Tenggelam Apa Penyebab dan Solusi yang Ditawarkan