Bicara Kesejahteraan Rakyat, LaNyalla Beberkan Tiga Kunci di UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
Ketua DPD RI AA LaNyalla saat hadir di UIN -Foto : ist-Jambi-independent.co.id
"Negara tidak lagi berkuasa penuh atas bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya, karena cabang-cabang produksi yang penting bagi hajat hidup orang banyak sudah dikuasai swasta. Inilah yang menyebabkan Indonesia terasa semakin gagap menghadapi tantangan dunia masa depan. Karena lemahnya kekuatan ekonomi negara dalam menyiapkan ketahanan di sektor-sektor strategis," tegas LaNyalla.
Oleh karena itu, LaNyalla menilai tidak ada pilihan. Sistem bernegara hari ini yang diakibatkan oleh kecelakaan perubahan konstitusi di Era Reformasi harus kita akhiri dengan cara kembali kepada rumusan asli sistem bernegara dan sistem Ekonomi Pancasila.
BACA JUGA:Memilih Hewan Kurban yang Ideal, Pilihan Bijak dalam Merayakan Hari Raya Idul Adha 2023
BACA JUGA:Angkat Tema Transisi Energi, 24 Karya Jurnalistik Nasional Raih PLN Journalist Award 2022
"Kita harus berani bangkit, harus berani melakukan koreksi. Sistem Ekonomi Pancasila yang sudah kita tinggalkan mutlak dan wajib kita kembalikan. Tanpa itu, negeri ini hanya akan dikuasai oleh Oligarki yang rakus menumpuk kekayaan," tutur LaNyalla.
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jambi, Dr Sayuti yang hadir sebagai narasumber sependapat dengan pernyataan LaNyalla. Menurutnya, bangsa ini harus kembali kepada konsep Ekonomi Pancasila sebagaimana termaktub dalam Pasal 33 UUD 1945 Naskah Asli. Hal tersebut untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang merupakan cita-cita bangsa sebagaimana tertuang dalam Alenia ke-IV Pembukaan UUD 1945.
Dalam Naskah Asli itu, Sayuti menyebut ada tiga poin penting dalam pengelolaan ekonomi yakni pertama, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Kedua, cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Ketiga, bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
"Pasal 33 adalah konsekuensi dari tujuan berdirinya negara Indonesia. Hal ini ditunjukkan di dalam Pembukaan UUD 1945 pada alenia ke-IV," jelas Sayuti. Selain itu, Sayuti juga menyebut jika Pasal 33 merupakan rumusan yang mengatur secara prinsip mengenai perekonomian negara yang akan diwujudkan.
BACA JUGA:Ajukan Pinjaman Online di Livin Mandiri Hingga Rp 100 Juta, Ini Syarat dan Ketentunanya
BACA JUGA:6 Pelaku TPPO di Jambi Diamankan Polisi
Persoalan muncul ketika dilakukan amandemen, yang mana di dalamnya juga ikut merubah Pasal 33. Sayuti menyebut ada tiga problematika pelik imbas amandemen tersebut. Pertama, perekonomian tak lagi berdasarkan asas kekeluargaan, karena di dunia bisnis modern ini tidak dapat dihindarkan sistem kepemilikan pribadi sebagai hak asasi manusia yang juga dilindungi oleh UUD.
Kedua, cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak memang harus dikuasai oleh negara. Tetapi pengertiannya tidak untuk dimiliki.
"Ketiga, pengertian 'dikuasai negara' tidak identik dengan 'dimiliki oleh negara' atau tidak dimaksudkan diwujudkan melalui kepemilikan oleh negara," jelas Sayuti. Oleh karenanya, Sayuti sependapat dengan LaNyalla bahwa bangsa ini harus kembali mengacu kepada sistem ekonomi sebagaimana dirumuskan para pendiri bangsa.
"Harus ada perubahan regulasi yang memuat tiga poin. Pertama, aturan untuk mengembalikan kepada prinsip Ekonomi Pancasila. Kedua, revisi aturan yang menjurus kepada ekonomi pasar bebas atau liberal dan ketiga, aturan yang memuat secara proporsional hak dan kewajiban pemerintah pusat, daerah dan swasta," tuturnya.
BACA JUGA:Resep Sandwich Alpukat, Simpel Buat Makan Pagi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: