Megawati Pengawal Konstitusi: Perjuangan seorang Ibu yang Tak Kunjung Usai
Megawati -Ist/jambi-independent.co.id-
JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Dalam sejarah perjalanan politik Indonesia, nama Megawati Soekarnoputri tak bisa dipisahkan dari berbagai tonggak penting demokrasi dan reformasi.
Sebagai anak Proklamator Bung Karno, Megawati bukan hanya mewarisi darah pejuang, tetapi juga jiwa yang konsisten dalam memperjuangkan nilai-nilai demokrasi dan konstitusi.
Sosok Megawati menjadi simbol reformasi, terutama setelah peristiwa 27 Juli 1996 yang dikenal sebagai Kudatuli (Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli), yang menjadi titik balik dalam perjuangan demokrasi di Indonesia.
Tanpa Megawati, revolusi mental dan reformasi mungkin tidak akan terwujud.
BACA JUGA:Kejati Jambi Gelar Bakti Sosial dalam Rangka HBA Ke-64 Tahun 2024
BACA JUGA:Antusias Warga Bertemu H Abdul Rahman untuk Dukung jadi Pilwako Jambi 2024
Megawati Soekarnoputri lahir pada 23 Januari 1947, sebagai putri pertama dari pasangan Soekarno dan Fatmawati.
Dalam masa kecilnya, Megawati tumbuh dalam lingkungan yang sangat politis, di mana ayahnya, Soekarno, adalah tokoh sentral dalam kemerdekaan dan presiden pertama Indonesia.
Pendidikan politik Megawati dimulai sejak dini, karena ia menyaksikan langsung bagaimana ayahnya memimpin negara dalam masa-masa penuh tantangan.
Perjalanan politik Megawati dimulai pada era 1980-an ketika ia terjun ke dalam dunia politik dengan bergabung dalam Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Di tengah tekanan rezim Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto, Megawati mulai menunjukkan keberaniannya.
BACA JUGA:20 Orang Pengurus PKK Diperiksa di Mapolres Tebo, Terkait Dugaan Korupsi Dana Hibah
Pada tahun 1993, ia terpilih sebagai Ketua Umum PDI, menggantikan Soerjadi.
Pemilihannya sebagai Ketua Umum PDI tidak hanya menandai kebangkitan PDI, tetapi juga memperkuat posisinya sebagai pemimpin oposisi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: