Diskusi Kenaikan Upah Minimum Memanas: Tantangan dan Dampak Bagi Pengusaha dan Pekerja
Diskusi Kenaikan Upah Minimum Memanas: Tantangan dan Dampak Bagi Pengusaha dan Pekerja--Instagram apindo.nasional
JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Perdebatan terkait kenaikan upah minimum tengah menjadi sorotan akhir-akhir ini.
Ketua Komite Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Subchan Gatot, mengungkapkan bahwa selama beberapa hari terakhir, Dewan Pengupahan Nasional telah mengadakan serangkaian sidang yang intensif, termasuk rapat khusus bersama Menteri Ketenagakerjaan, untuk merumuskan keputusan mengenai upah minimum.
"Ada perwakilan pengusaha, serikat dan pemerintah, dan itu sejak awal memang kita ingin karena waktu juga tinggal dikit dalam memutuskan upah minimum, makanya ingin PP51/2024 maksimum 0,3 jadi kenaikan kurang lebih 3,5%, kenaikan di luar tadi kita dorong struktur skala upah untuk mereka yang bukan 0-1 tahun, karena ini yang mayoritas," kata Subchan di Jakarta, Kamis 7 November 2024.
Lebih lanjut, Subchan menyarankan agar untuk pekerja yang memiliki masa kerja lebih dari satu tahun, perusahaan dapat menerapkan skala upah berdasarkan kemampuan masing-masing perusahaan, dengan kenaikan antara 1-3%.
Tahun ini, melalui PP 51/2023, APINDO mengupayakan penerapan skala upah yang memungkinkan penyesuaian gaji untuk pekerja dengan masa kerja lebih dari satu tahun, menyesuaikan kemampuan finansial perusahaan.
BACA JUGA:Mengungkap Misteri Deja Vu: Fenomena Ilusi Memori yang Seakan-akan Pernah Terjadi
BACA JUGA:Dampak Emosional Menahan Rindu: Mengapa Perasaan Ini Begitu Intens?
Tujuannya adalah menciptakan ruang gerak bagi perusahaan untuk tetap bertumbuh di tengah kondisi ekonomi yang dinamis.
Subchan menjelaskan bahwa kenaikan upah minimum yang terlalu tinggi bisa berdampak negatif terhadap daya tahan perusahaan, terutama karena sebelum pandemi, kenaikan upah tahunan rata-rata sebesar 8% sempat membuat banyak perusahaan kesulitan bertahan, bahkan beberapa memutuskan hengkang dari Indonesia.
Subchan memberikan contoh situasi di Karawang, di mana perusahaan besar mengalami kesulitan, dimulai dari tier 3, kemudian tier 2, dan akhirnya tier 1 yang secara bertahap melakukan relokasi.
"Waktu di Karawang satu per satu kolaps perusahaan besar pertama tier 3 dulu, lanjut tier 2 baru tier 1 kemudian pada relokasi, dampak ngga keliatan kalau 1 tahun, tapi beberapa tahun kemudian setelah 5 tahun kelihatan," kata Subchan.
Bob Azam, Ketua Bidang Ketenagakerjaan APINDO, juga menyoroti bahwa Indonesia sempat menjadi tujuan utama investasi, terutama pada tahun 2011, bahkan mengungguli negara seperti China dan Vietnam.
BACA JUGA:66 Tahun Kabupaten Kerinci Sekjend IPMTS Jambi Sebut Kerinci Masih Belum Sejahtera
BACA JUGA:Tips Ampuh Mengatasi Ketombe dengan Bahan Dapur
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: