Akta Notaris Elektronik Tantangan Era Digital
Oleh : Muhammad Rafif Ridho
Perkembangan teknologi informasi yang demikian pesat dewasa ini telah membawa berbagai dampak yang sangat signifikan dalam kehidupan umat manusia. Berbagai kemudahan yang ditawarkan oleh perkembangan telekomunikasi telah memungkinkan hubungan antar umat manusia dapat berlangsung secara cepat dan mudah tanpa memperhitungkan aspek ruang dan waktu.
Di sisi lain, notaris sebagai pejabat umum yang bertugas melayani masyarakat diharapkan tidak ketinggalan dalam menyikapi perkembangan yang terjadi ini. Selain itu, perkembangan teknologi informasi juga banyak mempengaruhi kehidupan masyarakat telah mendorong pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Lembaran Negara Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4843 (selanjutnya disebut UU ITE). Berlakunya UU ITE diharapkan dapat menjamin kemajuan teknologi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pelayanan publik.
Cyber notary itu sendiri adalah konsep yang memanfaatkan kemajuan teknologi bagi para notaris untuk membuat akta otentik dalam dunia maya serta menjalankan tugasnya setiap hari. Misalnya: penandatanganan akta secara elektronik dan Rapat Umum Pemegang Saham secara telekonference. Hal ini bertujuan untuk mempermudah para pihak yang tinggalnya berjauhan, sehingga dengan adanya cyber notary, jarak tidak menjadi masalah lagi.
Akan tetapi hal ini belum bisa terlaksana dikarnakan permasalahan terjadi mengenai keabsaan dari tandatangan akta notaris tersebut scan to scan atau secara digitalisasi yang menjadi kontra dengan aturan dalam undang-undang no.30 tahun 2004 sebagai mana di ubah dalam undang-undang No.2 tahun 2014 tentang jabatan notaris (uujn) yang mengharuskan kehadiran fisik penghadap dihadapan notaris, jika hal tersebut dilanggar akan diberikan konsekuensi sebagai berikut :
1.status akta otentik akan menjadi akta bawah tangan
2.akan terjadinya gugatan kepada notaris oleh para pengguna jasa di kemudian hari
3.Berpotensi kepada sanksi yang harus dihadapi notaris terhadap tidak menjalankan perintah sesuai dengan undang-undang jabatan notaris.
Dalam hal ini konsep yang memanfaatkan kemajuan teknologi dalam menjalankan tugas-tugas dan kewenangan notaris mengalami hambatan yaitu mengharuskan kehadiran pengguna jasa notaris untuk hadir di hadapan notaris tersebut berbeda dimana tentunya hal ini berbeda dengan konsep cyber notary yang justru menghilangkan aspek pertemuan fisik. Terhambatnya pelayanan cyber notary ini disebabkan adanya syarat formil yang harus dipenuhi untuk mendukung notaris sebagai mana di atur dalam UUJN. (1) dibuat dihadapan pejabat yang berwenang (pasal 15 ayat (1) UUJN). (2) dihadiri Para Pihak (pasal 16 ayat (1) huruf l ). (3) Kedua belah Pihak dikenal atas di kenalkan kepada notaris (pasal 39 UUJN-P). (4) keempat dihadiri oleh dua orang saksi (pasal 40 UUJN). Bahwa syarat formil kehadiran para pihak tersebut bersifat kumulatif dan bukan alternatif,artinya satu syarat saja tidak terpenuhi maka mengakibatkan akta notaris tersebut mengandung cacat formil dan berarti akibat nya tidak sah dan tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian .
Intinya untuk masa sekarang Akta Notaris Elektronik Saat Ini Belum Bisa Dilaksanakan Dengan Alasan Lagi Pandemi di sebabkan Pertanggung jawaban Dan Penegakan Hukum Notaris dan PPAT tunduk pada ketentuan UUJN, Kode Etik Notaris, Kode Etik PPAT, AD ART, Peraturan Perkumpulan dan ketentuan?ketentuan lainnya yang terkait dengan jabatan Notaris dan PPAT.
Dengan begitu, Untuk Mengujutkan Akta Notaris Elektronik ini tidak lah mudah harus banyak pertimbangan untuk membut gagasan yang tepat agar tidak ada cacat dalam bembuatan akta notaris dan tidak menimbulkan permasalahan kedepannya,
Oleh karna itu Para Pembuat dan Pembentuk Undang?Undang untuk segera membuat aturan secara tertulis tentang pembuatan akta elektronik yang dilakukan dengan media video conference atau virtual atau zoom atau google meet atau media atas sarana lainnya memiliki kedudukan hukum yang sama dengan "menghadap“ sebagaimana dimaksud dalam UUJN dan dan akta Notaris Elektronik hasil cetakan atau prinnya merupakan alat bukti hukum yang sepurna dan sah sebagai akta otentik.
Lalu Dilakukannya FGD, Seminar dan lainnya untuk menyampaikan usulan dan masukan kepada Para Pembuat dan Pembentuk UU terkait Akta Notaris Elektronik.
Dan Organisasi Notaris, PPAT, Pejabat Lelang Kelas II untuk dapat memfasilitasi dan menjembatani dengan pihak?pihak terkait untuk dibuatnya ketentuan atau aturan tentang Akta Notaris Elektronik dengan dilakukan sesuai dengan cara dan ketentuan yang diatur dalam UU ITE.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: