Perokok Usia Dini Kian Memprihatinkan, Pemerintah Diminta Lebih Peduli
JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID, JAKARTA - Maraknya perokok usia dini sudah mulai menimbulkan kecemasan bagi pemerhati sosial. Bagaimana tidak, beragam penyakit "kelas berat" dominan disebabkan oleh kebiasaan merokok terutama pada usia dini.
Setidaknya hal itu yang menjadi concern dari beberapa pejabat daerah, sehingga mereka menerapkan Peraturan Daerah (Perda) yang semangatnya untuk mengurangi dampak negatif dari bahaya rokok maupun zat aditif lainnya, terutama pada remaja dan anak-anak.
Hal tersebut terungkap dalam workshop yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta pada Rabu, 2 Februari 2022 yang bertajuk "Menguji Komitmen Perlindungan Anak Dari Zat Adiktif", yang dihadiri oleh Walikota Bogor Aria Bima, serta Walikota Depok Muhammad Idris dan Anggota Komisi IX DPR drg. Putih Sari, serta perwakilan Tobacco Control yang diwakili oleh relawan dari Jayapura.
Implementasi dari kepedulian Pemerintah Daerah (Pemda) terhadap permasalahan itu, salah satunya diwujudkan melalui beberapa kebijakan berupa Peraturan Daerah (Perda).
Sebut saja Perda soal Kawasan Tanpa Rokok (KTR), dimana Walikota Bogor Aria BIma dan Walikota Depok Muhammad Idris saling berbagi pengalaman mengenai hal itu.
Aria Bima mengungkapkan, tingkat kesadaran untuk tidak merokok di kawasan KTR terbilang cukup baik. Ia bahkan menyebut pernah mengadakan survei terkait kebijakan KTR tersebut.
“Dengan adanya Perda KTR, sebagian besar remaja sudah sadar akan adanya kebijakan Kawasan Tanpa Rokok, setengah dari responden mengetahui adanya penalti jika melanggar Kawasan Tanpa Rokok,” ungkap Aria dalam Workshop tersebut, dikutip Rabu, 2 Februari 2022.
Sementara itu, Muhammad Idris selaku Walikota Depok menegaskan komitmennya untuk melindungi perokok pasif dan membatasi ruang gerak perokok aktif, terutama pada lokasi-lokasi strategis dengan memberlakukan KTR.
Edukasi pun disebut telah dilakukan di kota Depok dengan memasang plang-plang himbauan untuk tidak merokok di KTR, hingga bentuk-bentuk edukasi lainnya.
“Kalau memang (masih) ada yang merokok meskipun sembunyi – sembunyi, tolong di foto dan dikirim ke saya nanti saya tindak lanjuti. Jalan Margonda sekarang sudah tidak ada, Jalan Raya Sawangan dari Dewi Sartika sampai Bojongsari sudah ada larangan. Kalau ada foto saja nanti kami tindak,” tegas Muhammad Idris.
Upaya senada juga disampaikan Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Gerindra, drg. Putih Sari yang merasa prihatin dengan fenomena perokok-perokok muda. Ia menyebut sudah saatnya pemerintah merevisi PP 109/2012.
Meski demikian, ia menyadari bahwa hal itu masih mendapat tentangan dari Kementerian Tenaga Kerja karena di dalamnya terdapat ribuan orang yang menggantungkan hidupnya dari sektor tembakau. Belum lagi di Kementerian Perindustrian yang terkait dengan industri rokok itu sendiri.
“Saya di Komisi IX DPR RI bersama rekan - rekan mendorong revisi ini (PP 109), tapi selalu dihadapkan dengan situasi yang lain. Ini harus dipikirkan jalan keluarnya, kedepan agar tidak bergantung pada industri (rokok). Ini dan itu yang harus dikembangkan dan dibuka sektor pertanian lain,” terang Putih Sari.
Sementara itu, Aktivis Tobacco Control dari Jayapura, Yokbet Merauje juga menyuarakan hal yang sama. Hal itu merujuk pada fakta bahwa prevalensi anak merokok sangat tinggi.
Ia sepakat dengan Putih Sari bahwa PP No.109 Tahun 2012 tentang Pengamanan bahan yang Mengandung Zat Adiktif Produk Tembakau bagi Kesehatan harus segera direvisi. Ia tidak ingin masa depan anak-anak Indonesia hancur gara-gara rokok.
“Walaupun di bungkus rokok sudah ada keterangan penyakit dalam bentuk gambar, jadi rokok bukan menjadi hal yang salah melainkan hal yang dibenarkan karena harga rokok murah dimana-mana. Bahkan anak SD sudah bisa beli rokok atau bahkan ada orang tua menyuruh anaknya beli rokok tanpa menyadari anaknya sudah terpapar rokok,” ungkap Yokbet yang juga Putri Agrowisata Indonesia 2021 itu.
Ia mengungkapkan bahwa Perda soal KTR di Jayapura sudah ada sejak tahun 2015. Namun hingga tahun 2020 aturan itu belum diimplementasikan. Yokbet pun menyarankan agar Perda KTR di Jayapura tersebut dihapus saja ketimbang tidak diimplementasikan.
“Saat bertemu Walikota saya bertanya kepada Walikota, saya menemukan 8000 puntung rokok di tempat bermain anak. Katanya ini tempat bermain anak tapi kenapa terpapar dengan rokok,” pungkasnya.(fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: