Adu Kuat Narasi, Visual dan Digital dalam Politik
Oleh : Dr. Noviardi Ferzi
Ada pertanyaan mana yang lebih kuat (baca, efektip) Konten Narasi, Visual atau digital dalam politik, khususnya dalam membentuk opini publik ? Sekilas pertanyaan ini gampang untuk dijawab, baik secara logika berdasarkan pengamatan sekilas, ataupun secara ilmiah berdasarkan riset dan kajian. Namun, sesungguhnya jawaban dari pertanyaan ini adalah hal yang paling sulit untuk dilakukan.
Sulit, karena nyaris tidak ada generalisasi kesimpulan yang bisa dijadikan rujukan secara universal. Dalam bahasa gamblangnya, efektivitas suatu konten sangat lokalistik, baik tema, tempat, waktu, kejadian, latar belakang hingga trend zaman. Jadi, jika pertanyaan mana yang paling efektip tergantung faktor - faktor itu tadi.
Pengunaan konten diranah politik sama halnya dalam dunia marketing, sama - sama sebagai sarana memperkenalkan produk atau jasa kepada masyarakat. Dalam dunia politik produknya adalah calon yang punya hajatan politik dengan segala tampilan, ide dan citra yang dibangun. Zaman sekarang usaha ini lazim disebut Marketing Politik.
Di era keterbukaan informasi, data menjadi sangat penting. Pada ranah media, data tersebut dapat diolah menjadi informasi, informasi dapat diolah menjadi pengetahuan, dan pengetahuan diolah menjadi narasi. Pada komunikasi publik, masyarakat membutuhkan narasi dan tidak sekadar pengetahuan.
Penggunaan narasi baik berupa opini, gagasan, quites yang bisa dibaca atau disebutkan menjadi sebuah pondasi dari suatu marketing termasuk marketing politik, apapun konten, idealnya harus ada narasi yang dibangun. Banyak konten yang bagus, tapi tidak didukung narasi yang tepat, menjadi kehilangan daya magnitnya. Tidak menarik apa - apa, apalagi membentuk persepsi yang kuat.
Narasi atau pesan yang ingin disampaikan kepada publik haruslah memiliki kejelasan. Karena itu, sebuah narasi atau pesan yang disampaikan memperlukan sebuah guidance. Mulai dari target, cara pengemasan narasi, jalur distribusi hingga cara engage.
Pertama yang perlu diperhatikan adalah target audiens. Pesan yang ingin disampaikan semua tegantung target. Penentuan target dapat juga menentukan kemasan promosi narasi, bahasa, pilihan kata, pilihan saluran distribusi, hingga menentukan cara engage.
Kedua adalah bagaimana narasi dikemas. Kemasan narasi untuk pemerintah mungkin berbeda dengan kemasan untuk merek. Terdapat beberapa cara narasi dikemas yaitu story telling, testimoni, infografis, videografis, dan lain sebagainya.
Ketiga adalah saluran distribusi. Saat ini telah banyak saluran distribusi untuk menyebarkan konten maupun narasi, mulai dari ruang terbuka, publisher, platform digital seperti Facebook, YouTube, Instagram, hingga event offline maupun online.
Keempat adalah engagement. Saat ini, konten online lebih banyak dimanfaatkan oleh berbagai kalangan untuk menyebarkan informasi. Namun, auidens digital tidak sama seperti audiens konvensional. Di kanal digital, audiens juga ikut berpartisipasi dalam pembuatan konten. Mereka bisa saja memberikan masukan secara langsung ketika konten atau narasi telah disebarkan. Sehingga, komunikasi tidak satu arah.
Kesimpulannya, prasyarat menguasai dunia digital ini dengan segala kompleksitas data yang dunia ini miliki, maka harus membuat narasi yang tepat sasaran. Harus ada narasi yang tepat dalam tampilan visual yang terlihat seperti bilboard, baleho, gambar dan lainnya, atau konten digital berupa video atau lagu di berbagai platform media sosial seperti FB, WA, IG, Twitter, Tik Tok dan lainnya. Jadi jika ingin membuat konten yang efektip, mulailah dengan membuat narasi.****** Peneliti LKPR Riset and Consulting*****
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: