Tembok Konektivitas antara Politik dan Bank Pembangunan Daerah

Tembok Konektivitas antara Politik dan Bank Pembangunan Daerah

Salah satu bentuk intervensi yang di alami BPD adalah masalah penentuan Direksi dan Komisaris. Kasus yang seringkali terjadi adalah calon direksi “dititipkan” untuk melaksanakan kepentingan si Kepala Daerah.

Kebijakan ini patut disayangkan, karena tidak didasari kepentingan jangka panjang dan komprehensif. Lebih menonjolkan kepentingan jangka pendek untuk mendominasi pengambilan keputusan penting terkait BPD.

Untungnya dalam kasus ada fit and proper test dari OJK yang sangat objektif, apabila ada direksi yang dianggap kepanjangan tangan Pemegang Saham Pengendali (BPD) yang prosesnya sudah dimainkan di Komite Remunerasi dan Nominasi (KRN), OJK tak meluluskan calon yang bersangkutan. Hal ini untuk menghindari terjadi kesepakatan tertentu antara pemegang saham dengan calon direksi. Namun terkadang praktek ini tak sepenuhnya terdeteksi.

Intervensi yang ke dua terkait dengan pengadaan dan pengelolaan sumber daya manusia di BPD. Bukan rahasia umum, sebagai bank daerah, BPD juga harus mengakomidir kepentingan " putra daerah" untuk bekerja disana. Meski Bank juga membutuhkan SDM yang memiliki kompetensi.

Padahal SDM Itu juga penting. Bagaimana jika SDM Bank terlalu banyak dimasuki karyawan titipan, misalnya.Tentunya BPD masih harus terus melakukan perbaikan SDM. Agar Bank daerah berkembang menjadi lebih besar, bagi dari segi kualitas maupun kuantitas. Dengan membangun SDM yang memiliki integritas dan loyalitas tinggi terhadap banknya. Juga SDM yang profesional, sesuai dengan ekspektasi masyarakat.

Rencana Penambahan Modal Bank Jambi

Banyak hambatan yang harus dilalui Bank Jambi saat ini untuk meningkatkan modal dasarnya di angka tersebut. Hambatan yang paling sering ditemui adalah proses untuk penambahan modal tersebut. Mengingat rencana penambahan modal ini harus dimasukkan ke Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan harus mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). 

Sampai dengan saat ini modal inti Bank Jambi tercatat sebesar Rp1,7 triliun. Artinya masih terdapat kekurangan sebesar Rp1,4 triliun untuk memenuhi ketentuan modal inti BPD.

Sebenarnya ada beberapa solusi yang bisa dilakukan, pertama apakah dividen dari Bank Jambi sebesar Rp300 miliar dimasukkan kembali sebagai penyertaan modal dan pemerintah daerah menambah kekurangan penyertaan modal.

Saat ini dalam Perda yang dirancang Pemprov Jambi tersebut terdapat kewajiban dari masing-masing daerah untuk memenuhi penyertaan modal kepada BPD Jambi.

Melihat kemampuan BPD Jambi hingga Desember 2024 dan jumlah modal inti BPD Jambi saat ini, Pemprov Jambi ditargetkan melakukan penyertaan modal kepada BPD Jambi sebesar Rp254 miliar.

Kemudian, pemkab dan kota lainnya jumlahnya cukup bervariasi, di antaranya Kota Sungai Penuh, Kota Jambi, Kabupaten Batanghari, Tanjab Barat dan Kabupaten Merangin, masing-masing daerah ditargetkan melakukan penyertaan modal sebesar Rp 54 miliar. Selanjutnya Kabupaten Tanjab Timur Rp 60 miliar, Tebo Rp46 miliar, Bungo Rp 48 miliar, dan Kabupaten Muaro Jambi sebesar Rp 53 miliar.

Tentu kita berharap rencana penambahan Modal Inti Bank Jambi berjalan lancar, dimana kekuatan politik dan Bank saling sinergi membangun proses dalam suatu konektivitas yang sehat, bukan sebaliknya.******Pengamat*****

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: