Kreasi Asmari, Menyulap Bambu Menjadi Barang Bernilai Ekonomi Tinggi
JAMBI-INDPENDNT.CO.ID, MUARASABAK, JAMBI - Pantang menyerah. Begitu prinsip, Asmari (43), pria yang menekuni kerajinan bambu yang disulap menjadi berbagai macam benda yang memiliki nilai ekonomis. Saat dijumpai Jambi Independent di kediamannya, pria berkulit hitam manis tersebut tengah asik merangkai satu persatu batang bambu untuk dijadikan kerajinan.
Di sisi belakang tempat ia mengerjakan kerajinan bambu tersebut, terlihat sang istri tengah meracik sate yang di pesan oleh salah satu pembeli. Sambil memberikan senyum, sang istri melontarkan kalimat yang cukup menggelitik sebagai tanda bahwa dirinya menyambut baik setiap pengunjung.
"Jangan terkejut ya, kami mohon maaf kalau suara kami agak besar. Maklum lah, orang medan lah pulak ya kan," ucapnya.
Awalnya, ia bersama sang istri merantau dari Provinsi Sumatera Utara, tiga tahun lalu ke Kabupaten Tanjab Timur. Mereka mencoba mengadu nasib dengan berjualan sate di halaman depan bangunan yang dikontraknya.
Seiring berjalannya waktu, perjuangan mereka berjualan tersebut mulai menampakkan hasil yang cukup menjanjikan. Tetapi, kendala besar mulai menerpa pasangan suami istri yang dikenal ramah oleh warga sekitar.
Akibat pandemi Covid-19, sangat berdampak terhadap pemasukan mereka dari berjualan kuliner tersebut. "Saat itu saya mencoba memutar otak untuk mencari penghasilan tambahan untuk kebutuhan sehari-hari. Saya melihat di Tanjab Timur ini tumbuhan bambu cukup banyak tersebar dimana-mana. Kemudian muncul ide, mengapa tidak saya manfaatkan aja tumbuhan ini untuk dijadikan kerajinan yang bisa menghasilkan uang," ucap pria yang memiliki enam orang anak ini.
Berkat keyakinan yang kuat, dirinya kemudian mengolah batang-batang bambu berukuran kecil menjadi kerajinan tangan seperti meja tv, miniatur mobil, miniatur kapal, bingkai hiasan dinding, meja makan dan bangku.
Untuk meningkatkan keahliannya serta guna menarik minat pembeli, dirinya kemudian mencoba membuat saung bambu berukuran sekitar 2x2 yang dikerjakannya di bagian depan kontrakannya yang juga berada tepat di pinggir jalan utama menuju Gor Paduka Berhala, RSUD Nurdin Hamzah dan juga jalan aspal dua jalur menuju pusat perkantoran Muarasabak.
Alhasil, berkat ketekunan dan niat baiknya itu, masyarakat mulai melirik hasil kerajinannya tersebut dan para pembeli pun mulai berdatangan ke tempatnya.
"Saya baru sekitar 3 bulan mencoba membuat kerajinan ini pak. Keahlian ini saya peroleh secara otodidak dan juga bisa dibilang dari paksaan keadaan, sonya hasil jualan sate sudah jauh menurun," ungkap Asmari.
"Selain untuk kebutuhan sehari-hari, saya dan istri berjuang ini juga untuk membiayai anak-anak kami yang ada di medan sana. Dari enam orang anak kami, dua sudah bekerja dan 4 orang masih sekolah," tambahnya.
Untuk memperoleh batang bambu berukuran besar untuk membuat saung, dirinya harus membeli dengan harga 25 ribu per satu pokoknya. Selain itu, untuk atap saungnya ia beli dengan harga sekitar 5 ribu rupiah perlembar tergantung ukuran.
Untuk proses pembuatan saung bambu itu sendiri, bisa memakan waktu 10 sampai 15 hari. Kendala yang sering dihadapi Asmari dalam proses pembuatan kerajinan tangan ini yaitu terkait modal, sebab bahan baku pembuatan harus dibeli terlebih dahulu dan peralatan untuk membuat kerajinan tangan dari bambu tersebut masih banyak yang meminjam dari orang terdekatnya.
"Saya sering terkendala modal kalau buat saung ni pak. Kadang kerangkanya sudah siap, tapi mentok di modal untuk beli atap. Ini aja alat-alat seperti mesin bor dengan alat lainnya saya masih minjam dari teman, soalnya belum ada uang untuk beli sendiri," ujar pria asal Kabupaten Labuhanbatu Utara ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: