Pencabutan IUP, HGU dan HGB, Momentum Distribusi Lahan yang Berkeadilan
Oleh : Dr. Noviardi Ferzi
Keputusan pemerintah yang mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP), Hak Guna Usaha (HGU), dan Hak Guna Bangunan (HGB) yang tak dikelola merupakan momentum distribusi pengelolaan lahan yang berkeadilan.
Dikatakan momentum berkeadilan karena selama ini memang terjadi ketimpangan luar biasa dalam penguasaan lahan di Indonesia. Merujuk catatan Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) yang melaporkan Indeks ketimpangan penguasaan tanah sudah mencapai puncak ketimpangan yang tidak pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah kita. Indeks Ketimpangan Penguasaan Lahan berada di posisi terburuk sejak Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 tahun 1960 disahkan.
Berdasarkan data terbaru KPA, 68 persen tanah yang di seluruh daratan di Indonesia saat ini telah dikuasai oleh 1 (satu) persen kelompok pengusaha dan badan korporasi skala besar.
Kondisi ini dipicu dan diperparah oleh kegiatan ekspansi-ekspansi bisnis ataupun pembangunan skala besar. Mulai sektor perkebunan sawit, hutan tanaman industri, pertambangan, hingga pembangunan infrastruktur.
Pemerintah sendiri akan mulai mencabut 2.078 Izin Usaha Pertambangan mineral dan batu bara pada Senin, 10 Januari 2022 hari ini. Pencabutan dilakukan agar investasi di tanah air semakin berkualitas dan berjalan. Jumlah 2.078 izin itu mencapai 40 persen dari total 5.490 izin usaha pertambangan.
Dalam analisis pemerintah 40 persen izin yang tidak dikelola ini menghambat kemajuan Indonesia, karena tidak mendorong pertumbuhan ekonomi secara cepat.
Pengalihan izin usaha yang dicabut diharapkan bisa mengoptimalisasi usaha dan investasi, yang sebelumnya tidak dijalankan oleh pihak pengelola pertama. Selain itu, pengalihan khususnya kepada kelompok masyarakat ditujukan untuk menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap kelompok usaha masyarakat dan yang ada di daerah.
Selama ini lahan berizin yang tak dikelola menyebabkan kerugian ekonomi dan hilangnya kesempatan dalam penyerapan tenaga kerja di subsektor perkebunan dengan menggunakan kepadatan output / produktivitas lahan serta produktivitas dan kepadatan tenaga kerja.
Potensi kerugian ekonomi sub sektor perkebunan senilai Rp15 triliun dan kehilangan kesempatan penurunan pengangguran di atas angka 420 ribu orang, ini baru perizinan di sektor perkebunan.
Bahkan dalam pengelolaan lahan, kasus yang sering terjadi, IPPKH telah dikeluarkan, tapi tak dilanjuti dengan eksekusi, malah ada kecendrungan izin yang dikeluarkan pemerintah hanya untuk diperjual belikan.
Keadilan dan Pemerataan
Namun dibalik pencabutan ini, rasa berkeadilan perlu digaris bawahi, disuarakan dari awal. Karena jika tidak didukung komitmen yang kuat pencabutan ini hanya memindahkan proses penguasaan lahan dari satu konglomerasi ke kelompok usaha lain.
Hal ini menarik di cermati, karena begitu dicabut, izin pengelolaan wilayah tambang maupun hutan itu akan langsung didistribusikan. Pertanyaannya kepada siapa dan kelompok mana yang akan menerima peralihan pengelolaan tersebut ?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: