Para founding father bangsa ini sudah sangat akurat menyusun konsep demokrasi Pancasila, makna dari sila ke-4 tersebut menurut saya adalah yang layak mewakili rakyat untuk duduk di DPR adalah orang yang hikmat/arif dan bijaksana, bukan hanya sekedar mendapat suara terbanyak dalam pemilu.
Pemimpin yang memiliki hikmat kebijaksanaanlah yang mampu membawa bangsa ini sejahtera, dan sebaliknya pemimpin yang tidak arif dan bijaksana tidak layak memimpin dan hanya akan membawa bangsa ini ke kubang kesesatan.
Ada dua cara untuk memperoleh orang yang ber “hikmat kebijaksanaan”, pertama orang alim yang memiliki tingkat ketakwaan yang tinggi, dan kedua orang berilmu yang menguasai secara mendalam ilmu pengetahuan yang luhur. Pemimpin yang memiliki sifat hikmat kebijaksanaan mewujud dalam sikap kejujuran, mencintai keadilan dan kemanusiaan serta kesejahteraan rakyat sebagai nilai ideal yang diperjuangkan melalui system permusyawaratan perwakilan, bukan permusyawaratan yang dibangun atas nama oligarki dan ketidakjujuran.
Socrates seorang filsuf hukum alam yang mengedepankan nilai-nilai moralitas yang mengajarkan natural law thinking, telah mengingatkan kita bahwa pemimpin yang baik adalah yang bijaksana dan ikhlas bukan mengejar uang ataupun kehormatan. Sedangkan Plato menekankan bahwa hanya orang yang mengerti nilai keadilanlah yang layak memimpin pemerintahan.
Berdasarkan makna sila ke-4 Pancasila diatas, maka sudah seharusnya partai politik menjadi garda terdepan untuk menseleksi kader yang punya kualifikasi arif dan bijaksana, caranya mulai dengan merevisi UU No. 2 Tahun 2011 memasukkan system intergritas partai politik (SIPP) dan juga merivisi pasal 29 dengan membuat aturan yang detail kriteria orang yang layak duduk di DPR.
Contohnya sederhana saya bandingkan dengan tes masuk akpol, dimulai dengan tes administrative, tes potensi akademik, tes psikotes, tes fisik, tes kesehatan, tes wawancara dll nya, tesnya sangat kompetitif. Maka yang lolos sebagai taruna adalah orang dengan fisik kuat, memiliki jiwa psikologi pemimpin, intelejensia tinggi serta sehat jasmani dan rohani.
Bila tes menjadi taruna sedemikian ketat, maka seharusnya seleksi menjadi caleg/calon pemimpin harus lebih selektif karena tugasnya sangat berat yaitu menjalankan 3 fungsi DPR controlling, legislative drafting dan budgeting, jangan sampai hanya modal popularitas dan isi tas lalu menjadi caleg.
Wahai politisi di senayan dan pengurus partai politik, kami rakyat punya hak untuk mendapatkan caleg-caleg dan cakada yang berintegritas! Bila dalam hukum internasional (International Covenant on Civil and Political Right), hak politik hanya seputar hak memilih dan dipilih dalam pemilu, hari ini menyongsong pemilu 2024 saya mendeklarasikan hak asasi baru, yaitu hak rakyat untuk mendapatkan calon pemimpin (caleg & cakada) hasil seleksi parpol, yang berhikmat kebijaksanaan berdasarkan Pancasila.
--------------
***Penulis adalah Dosen FH UNJA & Direktur PUSAKADEMIA (Pusat Kajian Demokrasi dan Kebangsaan)****