Bila wistawan berkunjung, disipakan jalur wisata, seperti tracking ke hutan adat, berfoto di spot selfie dengan pemandangan desa, kemudian turun menuju kawasan lubuk larangan.
“Perencanaan sebelumnya yaitu pembangunan jalan tracking yang tembus di lubuk larangan. Di atas hutan adat ada gazebo yang mana sebagai tempat persinggahan dan peristirahatan penduduk. Kita akan menjual pakan ikan lubuk larangan. Jadi pengunjung di sana bermain dengan ikan,” jelasnya.
Lubuk Larangan dan Mewariskan Ikan Semah Endemik Batang Langkut untuk Anak Cucu
Tidak hanya memiliki negeri yang indah kelilingi oleh gunung dan perbukitan yang memanjakan mata, Rantau Kermas juga terkenal dengan potensi sumber daya alamnya. Salah satunya adalah Ikan Semah, ikan yang hidup bebas di sungai Batang Langkut. Ikan Semah merupakan ikan air tawar yang hidup di sungai deras, ikan ini juga terkenal dengan dagingnya yang padat dan lezat. Biasanya masyarakat Rantau Kermas mengolah ikan ini menjadi kasam ikan atau ikan semah yang difermasinkan dan ikan palut atau ikan yang dimasak dengan cara dibungkus dengan daun pisang kemudian dipanggang.
Kedatangan Gubernur Al Haris ke Rantau Kermas juga dalam rangka membuka kawasan lubuk larangan yang berada di Batang Langkut pada Sabtu (19/02). Lubuk larangan adalah kawasan perairan sungai sepanjang 1 Kilometer yang ikannya tidak boleh diambil dalam jangka waktu tertentu. Pembukaan lubuk larangan momentum bagi masyarakat untuk memanen ikan secara bersama-sama.
Lubuk larangan ditandai dengan dilepaskannya joran pancing milik Haris ke sungai. Gubernur memancing bersama sang istri Hesnidar. Sorakkan dan tawa masyarakat lepas ketika pancing milik Hesnidar ditarik ikan, adegan tarik menarik joran menjadi tontonan warga.
Selang beberapa waktu, hasil tangkapan gubernur dikumpulkan dan dimasak dengan cara dibakar langsung di tepi sungai. Rangkaian acara pembukaan lubuk larangan diisi dengan makan bersama hasil tangkapan ikan dengan gubernur. Masyarakat dengan gubernur Haris menyantap ikan semah di tepi sungai, beralaskan tikar dan berpayungkan tenda untuk berteduh.
Kawasan lubuk larangan di Rantau Kermas adalah titik balik dari langkanya ikan semah di Batang Langkut. Semula masyarakat desa membolehkan siapa saja mengambil ikan semah bahkan untuk orang yang bukan masyarakat Rantau Kermas. Namun, pembiaran ternyata membuat masyarakat abai dan mengambil ikan melebihi kebutuhan. Akibatnya ikan semah menjadi langka dan sulit ditemukan.
“Populasi ikan makin sulit ditemukan, ikan semah adalah ikan termahal untuk dikonsumsi. Harga per kilonya bisa 120 ribu. Sebelum ada lubuk larangan mencari ikan sangat susah. Biasanya kita pesan ikan ke orang yang biasa mencari ikan, tidak bisa dipastikan akan dapat ikan” ungkap Hasan.
Dengan adanya kawasan lubuk larangan, ada ruang untuk pembibitan ikan. Masyarakat tidak diperkenankan untuk mengambil ikan sembarangan dan mengawasi jika ada orang yang mengambil ikan. Disepakati pula bagi yang mengambil ikan sembarangan, bahkan didenda 1 ekor kambing dan 200 gantang beras bila melanggar. Semua orang di Rantau Kermas menjaga dan mengawasi ikan, bila ada yang melanggar akan melaporkan kepada pemangku adat. Akan tetapi, masyarakat diperkenankan mengambil ikan di luar lubuk larangan, yang berada lebih ke hulu dan hilir sungai.
“Keguanaan lubuk larangan adalah pembibitan ikan. Sehingga ikan bisa menyebar ke hulu dan ke hilir,” ujar Hasan.
Penetapan lubuk larangan juga ditujukan untuk kelestarian ikan semah. Melalui penjagaan sumber daya secara berkelanjutan dan menjaga kelestarian ikan, masyarakat Rantau Kermas bisa mewariskan ikan semah hingga generasi berikutnya.
“Kita terpacu dengan cerita tentang lubuk larangan di media, bagaimana kawasan lubuk larangan melestarikan ikan bahkan bisa bermain dengan ikan. Sungai deras untuk bermain dengan ikan itu agak susah,” kata Hasan.
Mengundang gubernur dan banyak orang ke Rantau Kermas dalam acara pembukaan lubuk larangan membuat perekonomian juga ikut menggeliat. Pendapatan desa pun bertambah dengan diberlakukannya uang masuk bagi siapa saja yang datang memancing. Setiap orang yang akan memancing dikenai biaya masuk sebesar Rp150.000 per 1 jam.
“Pembukaan lubuk larangan ini juga ajang meningkatkan pendapatan desa. Kami memberlakukan biaya masuk. Rencananya uang yang dikumpulkan akan dialokasikan untuk pembangunan masjid di Dusun Sungai Aro,” ungkap Agustami yang juga berperan sebagai panitia acara pembukaan lubuk larangan.
Sementara itu, masyarakat Rantau Kermas juga mendulang berkah dari penjagaan lubuk larangan. Setelah selesai pemancingan, masyarakat akan bersama-sama menubo atau meracun ikan secara alami menggunakan akar tumbuhan. Hasil tangkapan akan dibagi sama rata untuk setiap kepala keluarga di Rantau Kermas. Apa yang dilakukan oleh masyarakat Rantau Kermas terbukti memberi manfaat ekonomi tanpa merusak alam. (*)