Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Balita Di Puskesmas Pelompek Kabupaten Kerinci

Rabu 11-08-2021,08:27 WIB

Permasalahan yang dihadapi dalam peningkatan sanitasi diantaranya kesadaran untuk PHBS rendah, masyarakat masih mengganggap buang air besar sembarangan sebagai sesuatu yang tidak salah, pembangunan jamban bukan prioritas dalam pengeluaran rumah tangga, bahan untuk jamban komunal dan TPS/TPA sulit didapat karena lahan terbatas sedangkan permasalahan yang dihadapi dalam peningkatan akses air bersih adalah 90% air permukaan tidak layak, 85% air tanah tercemar tinja, 14.49% saluran drainase mengalir lambat 32.68% rumah tangga tampa saluran drainase. Selain itu sumber air minum terkontaminasi sampah, buang sampah sungai dianggap sebagai warisan budaya (Kemenkes, 2011).

Akses air bersih dan keberadaan jamban yang tidak memenuhi standar secara teori berpotensi memicu timbulnya penyakit infeksi yang karena higiene dan sanitasi yang buruk (misalnya diare dan kecacingan) yang dapat menganggu penyerapan nutrisi pada proses pencernaan. Beberapa penyakit infeksi yang diderita bayi dapat menyebabkan berat badan bayi turun. Jika kondisi ini terjadi dalam waktu yang cukup lama dan tidak disertai dengan pemberian asupan yang cukup untuk proses penyembuhan maka dapat mengakibatkan stunting (Kemenkes RI. 2018).

Faktor status penyakit infeksi balita juga merupakan faktor yang mempengaruhi kejadian stunting pada balita. Sebagian besar kelompok balita stunting sering menderita sakit artinya ada hubungan yang bermakna antara frekuensi sakit dengan status gizi balita stunting (Welasasih, 2012). Selain itu juga dipengaruhi pengetahuan gizi ibu merupakan salah satu faktor yang menentukan konsumsi pangan seseorang. Orang yang mempunyai pengetahuan gizi yang baik akan mempunyai kemampuan untuk menerapkan pengetahuan gizi dalam pemilihan dan pengolahan pangan sehingga dapat diharapkan asupan makanannya lebih terjamin, baik dalam menggunakan alokasi pendapatan rumah tangga untuk memilih pangan yang baik dan mampu memperhatikan gizi yang baik untuk anak dan keluarganya (Gibney, 2012).

Berdasarkan permasalahan tersebut penulis tertarik ingin melakukan penelitian tentang “faktor risiko kejadian stunting pada balita di Puskesmas Pelompek Kabupaten Kerinci Tahun 2020”.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif dengan rancangan case control untuk melihat Faktor risiko kejadian stunting pada balita. Penelitian dilakukan pada September 2020 yang bertempat di wilayah kerja Puskesmas di Puskesmas Pelompek Kabupaten Kerinci. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita yang menderita stunting  sebanyak 37 orang pada kelompok kasus, dan pada kelompok kontrol 1:1 sehingga jumlah kontrol sebanyak 37 balita, jumlah sampel dalam penelitian ini yaitu 1:1 sebanyak 37 pada kelompok kasus dan 37 pada kelompok kontrol jadi jumlah sampel sabanyak 74 balita. Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan Antropometri dan kuesioner. Analisa data dalam penelitian ini secara univariat dan bivariat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 43,3% responden memiliki balita menderita penyakit infeksi, 26,7% responden memiliki pengetahuan kurang baik, 8,3% responden memiliki akses air bersih risiko sedang dan 75% responden memiliki akses sanitasi risiko sedang (Tabel 1). Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara penyakit infeksi (p=0,019; OR=4,125), pengetahuan (p=0,041; OR=4,33) dan akses sanitasi (p=0,017; OR=6,0) dengan kejadian stunting di Puskesmas Pelompek Kabupaten Kerinci. Tidak ada hubungan yang signifikan antara akses air bersih dengan kejadian stunting di Puskesmas Pelompek Kabupaten Kerinci Tahun 2020 (p=0,052) (tabel 2).

Tabel 1. Distribusi Frekuensi penyakit infeksi, pengetahuan, akses air bersih dan akses sanitasi dan kejadian stunting di Puskesmas Pelompek Kabupaten Kerinci