Oleh : Dr. Noviardi Ferzi
APBN menjadi instrumen penting dalam ekonomi suatu negara, apalagi pada masa pandemi Covid-19 yang membuat ekonomi sesak nafas, karena pendapatan berkurang dan belanja meningkat.
Meski demikian, berbeda dengan periode yang sama tahun lalu, realisasi APBN sampai dengan Desember 2021 melanjutkan kinerja baik. Hal ini dilihat dari pendapatan dan belanja negara yang mengindikasikan pemulihan ekonomi terus berlanjut.
Dari sisi pendapatan, pada November tahun ini, penerimaan pajak telah mencapai Rp 1.082,6 triliun atau sekitar 88,04 persen dari target tahun ini. Artinya, pada Desember ini otoritas pajak tinggal mengumpulkan sisa penerimaan pajak senilai Rp 147 triliun agar mencapai target yang telah ditetapkan. Dengan tren positif tersebut, peluang tercapainya target penerimaan pajak masih sangat terbuka.
Pertumbuhan ini didukung dari pertumbuhan penerimaan pajak, kepabeanan dan cukai, serta penerimaan negara bukan pajak. Dilihat berdasarkan komponennya, penerimaan pajak dari PPh Badan tumbuh 13,4%, kemudian PPN dalam negeri tumbuh 13,3% hingga PPN impor tumbuh 32,3%.
Angka ini menunjukan terjadi perubahan yang cukup dinamis dari sisi penerimaan yang merefleksikan pemulihan ekonomi dunia usaha yang mampu untuk membayar pajak kembali karena pemulihan kondisi bisnis atau usaha.
Lalu dari sisi belanja, sampai dengan tanggal 24 Desember 2021, realisasi Belanja Negara mencapai Rp2.587 triliun atau 92,9% dari pagu sebesar Rp2.784,9 triliun, yang terdiri atas Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp1.809,1 triliun serta Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebesar Rp756,9 triliun. Adapun realisasi program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sampai dengan tanggal 24 Desember 2021 adalah sebesar Rp535,38 triliun atau 71,88% dari pagu.
Sebagian besar dari program PEN tersebut disalurkan melalui mekanisme belanja negara dari APBN, yang ditangani lewat KPPN yang tersebar di seluruh Indonesia. KPPN di lingkup Provinsi DKI Jakarta secara khusus memegang peran yang penting dan strategis karena Rp2.166 triliun atau 77,8% dari total alokasi belanja APBN tahun 2021 dikelola di sini.
Dari sisi defisit APBN, Defisit anggaran sepanjang tahun ini akan lebih kecil dibandingkan target di APBN 2021. Hal ini di dorong oleh catatan kinerja ekonomi yang semakin positif.
Adapun defisit anggaran pada tahun ini tadinya diproyeksi 5,7% atau Rp 1.006,4 triliun di APBN 2021. Saat ini diharapkan bisa mengecil di kisaran 5,2%-5,4% atau Rp 873,6 triliun.
Defisit ini bisa lebih kecil karena kinerja perekonomian yang menunjukan perbaikan. Ini tercermin dari penerimaan negara terutama pajak yang tumbuh positif bahkan dobel digit.
Pertumbuhan secara total 0,74% (Q1) dan 7,07% (Q2) dan 3,51% (Q3), namun growth dari penerimaan negara tumbuhnya 18,5% dan pajak tumbuhnya 15,3%. Ini kombinasi banyak hal yang kita berikan dukungan insentif pada dunia usaha dan basis tahun lalu rendah memberikan sekarang kemampuan kita untuk pick up cukup tinggi.
Untuk mempertahankan ini dukungan terhadap sektor kesehatan agar Covid-19 terus terkendali tetap dilakukan melalui vaksinasi, testing, dan tracing serta penemuan obat-obatan Covid-19 sangat dibutuhkan. Sedangkan Pertumbuhan ekonomi diharapkan akan terus meningkat didukung oleh pertumbuhan konsumsi, investasi, sektor keuangan, dan eksport.
Proyeksi APBN 2022
APBN tahun 2022 diarahkan untuk melanjutkan dukungan terhadap pemulihan ekonomi dan reformasi struktural dengan tetap responsif, antisipatif dan fleksibel dalam menghadapi ketidakpastian. Di sisi lain, sebagai periode eksepsional terakhir defisit dapat melebihi 3% PDB, APBN tahun 2022 memiliki peran sentral dalam proses konsolidasi menuju defisit dibawah 3% terhadap PDB pada tahun 2023.