Banyak Aspek yang Perlu Dibenahi

Jumat 30-07-2021,08:14 WIB

JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID, JAMBI – Pasca pemilik Hotel Grand Maliboro Charles Robin Wiliam mewacanakan hotelnya menjadi tempat isolasi pasien Covid-19, Pemkot Jambi masih melakukan kajian dan pertimbangan.

Plt Kepala Inspektorat Kota Jambi, Ridwan mengatakan, belum lama ini pihaknya dan beberapa OPD diperintahkan Wali Kota Jambi, Syarif Fasha untuk mengecek kondisi hotel.

Ini mengingat, hotel tersebut berada dekat dengan pemukiman masyarakat, sehingga sangat perlu dilakukan sosialisasi intens, baik dari pihak kelurahan maupun kecematan setempat.

Pihaknya beberapa waktu lalu mengecek kondisi lift, listrik, air dan sejumlah bagian lain Hotel Malioboro. Sebab, hotel tersebut sudah lama tidak digunakan. “Bisa jadi, ke depannya (menggunakan hotel, red) bukan untuk pasien Covid-19. Melainkan untuk tenaga kesehatan atau relawan. Apalagi, saat ini kita sedang merekrut relawan Akper Gapu, banyak aspek yang harus kita lihat,” jelas Ridwan.

Pihaknya melihat seperti apa nantinya penempatan alkes-alkes yang dibutuhkan. Sehingga beberapa bagian tentu perlu dibenahi atau ditata sedimikian rupa sehingga bisa dijadikan tempat isolasi, baik bagi nakes ataupun pasien.

“Tempat tidur nakes di mana nanti diletakkan tentu akan ditata. Termasuk peletakkan tabung oksigennya. Ada sekitar 40 tidur di sana, tapi ini akan dipress lagi. Banyak yang perlu ditata,” jelasnya.

Banyaknya aspek yang perlu diperbaiki dan dibenahi, lanjut Ridwan, pemerintah terus berbuat memenuhi hal tersebut. Mengingat juga, saat ini terjadi lonjakan pasien, dan itu tidak hanya berasal dari Kota Jambi saja. Tidak menutup kemungkinan, jika suatu kabupaten atau kota dalam Provinsi Jambi, over atau kewalah, maka akan dilimpahkan ke Kota Jambi. “Karena di kota banyak rumah sakit,” timpalnya.

Namun dijelaskan Ridwan, selama masyarakat sekitar setuju Hotel Maliobor tersebut dijadikan tempat isolasi pasien, tentu dipersilakan. “Kita lihat lagi nanti alternatifnya seperti apa. Ada tahapannya, termasuk sosialisasinya,” tukasnya.

Sementara itu, Fasha mengatakan, penempatan pasien Covid-19 di hotel tersebut seperti yang diwacanakan pemiliknya masih dianggap riskan. “Karena fasilitas di sana masih minim. Mungkin digunakan untuk nakes. Ini bukan bicara tidak boleh atau bolehnya. Tapi ini bicara dari segi kesehatannya. Siapa nanti yang bertanggung jawab, jika masyarakat di sana terkontaminasi,” singkatnya.

Sementara itu, pedagang di kawasan tersebut mengaku tak bisa berbuat apa-apa.

“Kami ini serba salah jika ingin berbicara. Menjawab setuju salah, tidak setuju salah. Kami ikut saja aturan pemerintah, melawan pemerintah ini sama saja dengan melawan matahari, tidak akan menang kami rakyat kecil ini,” ujar salah satu pedagang yang enggan disebutkan namanya pada Kamis (29/7).

Wanita ini mengatakan, sebelumnya ada pejabat setempat mengajaknya dan pedagang lain untuk berdialog menanyakan masalah ini. Namun, kembali dirinya merasa tidak ada gunanya dialog itu.

“Kalau kami bilang tidak setuju, dia (pejabat) malah balik bertanya sama kami. Kalau kalian positif tidak ada tempat untuk isolasi mau dirawat di mana. Kalau sudah seperti itu kan lebih baik kami diam, atur saja sesuai kemauan pemerintah,” kata dia, pasrah.
Menurutnya, banyak pedagang di sana tidak setuju dengan wacana tersebut. Bahkan, dengan adanya wacana Hotel Grand Malioboro menjadi tempat isoman sekarang saja sudah membuat omset jualannya menurun.

“Saya jualan di sini dari tahun 1996. Belum diberlakukan saja pendapatan kami sudah menurun, apalagi besok kalau sudah diterapkan, tidak tau lagi seperti apa jadinya,” tutupnya.

Terpisah, Sekretaris PHRI Jambi, Haries mengatakan, kelengkapan dokumen harus dilakukan untuk mendukung niat baik dari pemilik. "Kalau bicara soal hotel jadi tempat isolasi mandiri, saat ini bisa jadi sudah saatnya. Tapi, untuk hotel, sebut saja Malioboro, yang ingin dijadikan sebagai tempat isoman, kita sangat menyambut baik," ujarnya.

Tags :
Kategori :

Terkait