Paradoks " Investasi " Selubung Eksploitasi Lingkungan dan Kemanusian?

Kamis 16-12-2021,00:18 WIB

Hari ini kita melihat dengan kasat mata degradasi ekologis akibat ahli fungsi lahan beriringan dengan masuknya teknologi baru akan mengakibatkan perubahan relasi sosial di antara masyarakatnya. Ambil contoh, suatu daerah pemukiman yang dulunya dihuni mayoritas petani, akibat adanya perusahaan manufaktur yang menggeser lahan pertanian tersebut, tentunya akan menyebabkan perubahan pola kerjanya. Dari yang awalnya di sektor pertanian menjual hasil tanamannya berubah menjadi hanya menjual jasa, berupa: tenaga kerja. 

Prinsip growth economic menjadi jargon utama pembangunan di daerah tujuan investasi, Bagaimana tidak, hutan sebagai penyangga atau peresapan air hujan, berubah kelaminnya menjadi hutan beton hotel.

Dalam waktu sekejab daerah investasi dibabat habis oleh kaum rakus pemodal anak kandung negeri sendiri secara besar-besaran yang mengarah pada kerusakan lingkungan yang merugikan manusia. Dampaknya bisa diduga belasan mata air di Labuan Bajo dan sekitarnya akan menjadi kering.

Prinsip growth economic lebih mirip dengan prinsip developmentalism yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan angka-angka statistik. Ketimpangan ekonomi dalam perspektif tersendiri, menjadi salah satu alasan utama meluluhlantahkan daerah tujuan investasi.

Pendekatan ini lebih pada sekadar memuaskan pengusaha maupun penguasa (birokrat pusat maupun daerah). Pendekatan ini tidak membawa implikasi pada perbaikan mutu hidup manusia maupun lingkungan (sustainable development goals).

Jika pendekatan growth economic dipaksakan terus menerus, dapat dipastikan identitas lokal sebagai identitas kultural dalam dimensi struktur kognisi maupun moral pembangunan akan lenyap seketika.

Otensitas kultural lokal sengaja dilenyapkan dalam mainstream kebijakan pembangunan oleh tangan-tangan penguasa dan pengusaha haus dan rakus. Jika hal ini terus menerus dipaksakan maka natus (asal usul/tempat kelahiran/jati diri) orang Mabar hilang bersama asab cerobong industri hotel).

Nada dasar yang sering berkembang adalah kerusakan lingkungan akibat ulah segelintir manusia yang terjadi karena tuntutan hidup dan rendahnya pengetahuan tentang lingkungan hidup itu sendiri.

Dengan pendidikan yang terbatas dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang mendesak membuat masyarakat miskin berusaha untuk mempertahankan hidupnya tanpa ada terlintas dalam pikirannya tentang kelestarian lingkungan.

Ini semua karena mainstream imperialism (kapitalis) lokal maupun nasional dengan memanfaatkan kemiskinan sebagai isu utama untuk melegitimasi bercokolnya kaum imperialis yang berselubung investasi.

Akhirnya kita sadar, Kapitalisme global telah mengakibatkan krisis yang besar. Kesenjangan, kemiskinan, pengangguran, kerusakan lingkungan, hutan, dan ketidakpastian global, terus menghantui. Globalisasi telah mentransfer kekuasaan negara di pada korporasi yang tak berpihak pada ekologi dan kemanusian. Investasi hanya memakmurkan kelompok tertentu pemilik modal dan kuasa, sedangkan kerusakan ekologi dan nilai lokal untuk pribumi, saatnya kita memikirkan ulang tentang tata kelola investasi yang lebih ramah lingkungan dan masyarakat sekitar. Salam. ***Penulis adalah Pengamat Publik dan Dosen****

Tags :
Kategori :

Terkait