JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID, MUARATEBO, JAMBI - Puluhan masyarakat Kecamatan Sumay, Desa Suo-suo dan Desa Muarasekalo, mengeluhakan keberadaan tambang batu bara yang beroprasi di wilayahnya. Sebab, keberadaan tambang batu bara dinilai tidak memperhatiakan kondisi jalan lingkungan yang dilintasinya.
Dedi Suhendra, pendamping Desa Suo-suo mengatakan, ada tambang dengan atau tidak ada tambang, jalan tersebut juga parah. Jika hujan, jalan tidak bisa di lewati kendaraan.
“Kita minta pengusaha tambang untuk segera lakukan pengerasan jalan ini,” katanya.
Menanggapi hal ini, Mazlan, Ketua DPRD Tebo mengusulkan Pemkab Tebo untuk membentuk tim terpadu, menindaklanjuti keluhan masyarakat di Kecamatan Sumay, terhadap aktivitas tambang batu bara.
Mazlan mengatakan, pihaknya menyikapi aspirasi warga Desa Sekalo dan Desa Suo-suo, terkait perbaikan jalan yang hancur berlumpur dan berdebu saat dilalui angkutan tambang batu bara.
“Perusahaan tambang batu bara dan pabrik yang ada di wilayah Kabupaten Tebo khususnya, agar peduli kepada masyarakat sekitar," kata Mazlan.
Kepedulian dari perusahaan tambang batu bara maupun pabrik tersebut, kata dia, di antaranya adalah dalam bentuk perbaikan jalan yang dilalui truk.
Apalagi sesuai dengan perjanjian Analisis Dampak Lingkungan (Amdal), perusahaan tambang batu bara itu membuat jalan sendiri untuk mengangkut material maupun hasil tambangnya. Namun Fakta di lapangan, sudah berbeda.
“Ada dana sosial perusahaan yang terkesan tidak disalurkan. Belum lagi, kesejahteraan masyarakat sekitar tidak diperhatikan. Seperti, jalan rusak dan hancur, debu serta terjadinya sengketa,” tambah Mazlan.
Untuk itu, jika perusahaan tambang tidak memikirkan kesejahteraan masyarakat sekitar, sebaiknya Pemerintah Provinsi (Pemprov) segera membentuk tim yang beranggotakan aparat terpadu, untuk turun ke lapangan. Supaya mengumpulkan data dan fakta, serta mengeluarkan rekomendasi jika menyalahi aturan.
“Ini fakta keberadaan tambang batu bara di Tebo, yang tidak memperhatikan jalan masyarakat. Keberadaan tambang itu hanya memberikan dana royalti, bukan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Coba lihat proses reklamasi di lokasi bekas tambang. Dulu desa di lokasi tersebut swasembada pangan, namun setelah masuk pihak pertambangan, material merusak areal pertanian masyarakat sehingga lahan tersebut dibebaskan,” katanya.
Dengan kondisi itu, menurutnya jalan hancur dan swasembada pangan hilang.
“Untuk mengantar hasil panen sawit ke pabrik saja susah, jika kondisi jalan becek," pungkasnya. (wan/enn)