Oleh : Dr. Noviardi Ferzi
Tak banyak yang sadar ada kesamaan " Narasi " antara Hari Guru Nasional dengan para buruh. Jika hari buruh (May Day) diperingati tiap satu Mei, hari guru jatuh pada 25 November tiap tahunnya. Lalu, kesamaanya dimana. ?
Kesamaan para guru dan buruh adalah masalah narasi " kesejahteraan " yang didengungkan oleh mereka ketika memperingati hari - hari tersebut. Jika 25 November hari guru, semua doa, harapan, refleksi, tulisan dan komentar menyangkut masalah kesejahteraan, bagi kalangan buruh bulan November, narasi kesejahteraan juga disuarakan oleh para buruh kaum pekerja, seiring penetapan Upah Minimum Provinsi tiap daerah.
Ironis memang nasib para guru dan buruh di negeri ini, tuntutan mereka masih berkutat masalah kesejahteraan, padahal mereka adalah pahlawan bangsa, guru di bidang pendidikan dan buruh menjadi pengerak ekonomi.
Jika saat - saat penetapan UMP para buruh sering turun ke jalan menuntut kesejahteraan, sebenarnya para guru menyuarakan hal yang sama yaitu kesejahteraan, lebih spesifik lagi masalah upah.
Tahun ini, kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Provinsi Jambi hanya Rp 18 ribu lebih atau tepatnya dari Rp 2.630 juta menjadi Rp 2.649 juta per bulan.
Upah Minimum hanya naik 0,73 persen dari tahun sebelumnya. Kenaikan yang amat rendah ini adalah dampak ‘kejam’ penetapan UU Cipta Kerja. Dikatakan amat rendah jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi yang didengungkan, atau angka inflasi rendah yang di banggakan.
Masalah kesejahteraan juga di suarakan oleh para guru saat ini, sebagai contoh, beberapa temuan di daerah mencatat guru honorer yang diupah kurang dari setengah UMP. Malah Guru honorer hanya diupah Rp 800 - 1.2 juta per bulan, sementara UMP Jambi, misalnya mencapai Rp2,6 juta.
Upah di bawah Rp1 juta per bulan, Sudahlah kecil, pun diberikan rapelan mengikuti keluarnya BOS. Padahal mereka butuh makan dan pemenuhan kebutuhan pokok setiap hari, dimana penghormatan kepada tenaga pendidik yang sudah mengajar penerus bangsa.
Sebebarnya, pemberian upah di bawah standar kebutuhan hidup rata-rata melanggar Pasal 14 ayat 1 (a) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang berbunyi dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial.
Kembali pada narasi kesejahteraan ini, sebenarnya adalah fenomena gunung es tentang degradasi kesejahteraan masyarakat. Yang tampak mungkin hanya guru dan buruh, namun yang mengalami jauh lebih banyak.
Dimana jauh sebelum Pandemi gejala ini telah terjadi, diperdalam dengan situasi pandemi. Tentu saja kondisi ini jika berlarut akan memperlebar dan mempedalam jurang kemiskinan di Indonesia. Artinya, kita semangkin jauh mewujudkan cita - cita kemerdekaan, untuk adil, makmur dan sejahtera. Wassalam.