JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID, JAMBI - Siapa bilang mantan penjual koran atau loper koran tak bisa jadi gubernur? Al Haris buktinya. Al Haris yang Bupati Merangin DUA periode itu, kini menjadi Gubernur Jambi masa jabatan 2021-2024.
Berikut biodata dan perjalanan hidup Al Haris, mantan penjual koran dan juga mantan penjual martabak di Pasar Bangko-Merangin:
Anak Petani Sekancing yang Rajin Belajar
Al Haris adalah anak seorang petani di Desa Sekancing, Merangin. Lulus SD tahun 1985, pria kelahiran Sekancing 23 November 1973 ini berniat menyambung sekolah di SMP Negeri, tekadnya baja, semangatnya membara.
Meski ekonomi orang tuanya yang hanya petani dan kurang mampu menopang semangatnya bersekolah, Haris tetap semangat. Putra tertua dari pasangan Zarkawi dan Hj. Zuriah ini mendaftar ke sekolah swasta setempat, SMP PGRI Sekancing yang berjarak sekitar 2 kilometer dari rumahnya. Kepala sekolahnya sewaktu itu adalah Harun.
Al Haris menghabiskan waktu sekolahnya dengan sangat padat. Pagi ikut membantu ayahnya motong karet di kebun, jam 13.00 baru bersekolah. Selama tiga tahun aktivitas ini dilakukannya tanpa lelah. Dia tahu, suatu saat, kerja kerasnya akan membuahkan hasil. Impiannya untuk menjadi seseorang yang berguna terus melekat di jiwanya.
Al Haris lulus SMP tahun 1988, tahun berikutnya SMP PGRI Sekancing pun ditutup. Haris berniat melanjutkan study ke SMA Negeri. Lagi-lagi semangatnya terhalang biaya. SMA Negeri waktu itu hanya ada di Kota Bangko. Jaraknya sangat jauh dari Sekancing.
Beruntung ayahnya mendukung, maka untuk mendukung sekolahnya, ayahnya menjual sebidang tanah untuk biaya pendaftaran dan membeli baju serta alat tulis. Berbekal uang seadanya. Haris berangkat ke Kota Bangko. Lulusan SMP itu sempat tercenung, ketika tahu bahwa SMA Negeri sudah tutup pendaftaran, dia terpaksa mendaftar ke SMA Swasta, SMA DB Bangko. Lokasinya di salah satu SD dekat kawasan Jam Gento.
Selama SMA, kehidupan sulung dari lima bersaudara ini semakin memprihatinkan. Dia terpaksa bekerja diluar jam pelajaran sekolah, untuk menopang kebutuhan hidup sehari-hari selama tinggal di Bangko. Jadilah profesi pertamanya sebagai karyawan disalah satu toko Kelontong Pasar Bawah, milik ibunda Kanceng (salah seorang Kabid di Dinas PU Merangin). Selama bekerja, ia digaji dengan beras. Haris memutuskan berhenti.
Dia butuh uang untuk membayar SPP. Makanya usai itu ia melamar di Toko Buku Singgalang Bangko sebagai penjual koran (loper). Nah, dari sinilah dia mulai mengenal dunia media hingga akhirnya suatu saat ia dikenal oleh awak media massa di Jambi.
Pernah Jadi Loper Koran Bangko
Sebagai loper koran, Haris diwajibkan mengambil koran dan majalah di pagi hari sekitar pukul 05.30. saat itu ia menjual koran Singgalang, Sriwijaya Post, Sentana, Sinar Pagi, Kompas dan beberapa majalah lain. Karena malu kepergok orang kampung yang melihatnya menjual koran. Haris mengenakan topi yang mirip dengan serdadu Jepang (tertutup di bagian samping dan belakang kepala) di bulan pertama menjual koran.
Setelah mengambil koran, pertama-tama ia berjualan di kawasan Pasar Bawah, dari toko-toko emas sampai toko-toko pakaian. Dengan berjalan kaki mengitari Pasar Bawah, Haris menghabiskan waktu sekitar 1,5 jam, usai itu dia berjalan kaki ke terminal bus di dekat Pasar Baru, disana dia kembali keluar masuk toko menawarkan koran yang dibawanya. Setelah terjual beberapa eksemplar.
Haris berjalan lagi menuju komplek perkantoran Bupati, SPBU, lalu ke perkantoran di Pematang Kandis. Hari mulai tinggi, keringat Haris bercucuran, rasa lapar mengerogoti perutnya. Karena berjualan koran hanya dapat keuntungan sedikit (kira-kira Rp. 50 sampai Rp. 100 per eksemplar). Haris hanya mampu membeli nasi putih. Lauknya berupa kuah gulai tanpa isi yang dimintanya dari rumah makan. Kondisi ini terus dialaminya selama berjualan koran. Sisa uang yang didapat disimpan untuk membantu orang tuanya di kampung.
Sekitar pukul 12.30, Haris kembali ke rumah, waktu itu dia tinggal di rumah penjaga TK Pertiwi, lokasinya tak berapa jauh dari SMA DB Bangko. Pukul 13.00 Haris mulai bersekolah layaknya anak lain. Saat dikelas tiga. Haris berhenti jadi penjual koran. Dia mulai fokus menjadi tukang ganti oli mobil di Toko Bram Motor. Selama bekerja, dia makan dan tinggal di toko itu, tak beberapa lama, dia pindah lagi ke Toko Edi Sarang Motor sampai akhirnya menyelesaikan ujian Ebtanas di tahun 1991.
Begitu mengantongi ijazah SMA, pemuda gigih ini nekat merantau ke Kota Jambi demi mencari pekerjaan. PT. Tanjung Johor Wood Industry (PT. TJWI atau PT. Sabak Indah), adalah perusahaan pertama yang diliriknya. Setelah memasukkan lamaran, menunggu beberapa saat, ternyata dia diterima. Tapi sayang, ketika mau mulai bekerja di Sabak, orang tuanya dikampung sakit, mendengar kabar itu Haris bergegas pulang ke Sekancing Bangko, pekerjaan di PT TJWI akhirnya dibatalkan.
Sekembalinya dari kampung, Haris kembali merantau ke Kuala Tungkal, disana ia melamar di pabrik ubur-ubur. Tapi karena dinilainya tidak ada prospek, sebulan kemudian dia berangkat lagi ke Kota Jambi, di Kota Jambi inilah dia memulai karir PNS. Setibanya di Kota Jambi, Haris mendengar kabar penerimaan pegawai di RRI Jambi, secepat kilat dia memasukkan bahan, sewaktu itu yang diterima hanya lulusan SMP. Jadilah pemuda lulusan SMA itu melamar dengan ijazah SMP, dan ternya dia diterima. Tapi SK baru turun 1 tahun kemudian, sambil menunggu SK turun, Haris berangkat lagi ke kota Bangko.
Tiba di Bangko, Haris sempat bingung mau bagaimana untuk bertahan hidup, uang sedikit, pekerjaan belum punya, tempat tinggal juga tidak punya. Dalam hati dia mulai berfikir untuk bekerja, menjelang SK yang akan turun. Tapi, lagi-lagi pemuda banyak akal ini punya solusi. Dengan nekat dan mengabaikan rasa gengsi.
Pernah Pula Jadi Penjual Martabak
Haris bergabung dengan penjual martabak di Pasar Bawah, beruntung Anik dan Halim, dua pedagang martabak asal Padang (Sumatera Barat), menerimanya dengan tangan terbuka, keduanya bahkan mempersilakan Haris tinggal bersama mereka.
Anik dan Halim dengan sabar mengajarinya meracik bumbu, mengaduk tepung, menggoreng, sampai menyajikan martabak yang siap santap. Haris dengan semangat melakukan itu semua dengan pemikiran sederhana, “Kalau Sampai SK PNS di RRI tidak keluar, setidaknya aku bisa melanjutkan hidup dengan berjualan martabak”.
Dia membuang impian muluk-muluk. Dia sadar, sejak dari kecil sampai sekarang kesederhanaan telah menjadi teman akrabnya. Kesederhanaan ini pulalah yang kelak akan dibawanya sampai dia menjadi sosok disegani di Pemerintah Provinsi Jambi.
Tiga bulan berdagang martabak di Pasar Bawah, mereka bertiga pindah ke Pasar Baru, saat itulah Maret 1992, SK di RRI Jambi keluar. Dia dinyatakan diterima dan diangkat sebagai PNS Golongan I sebagai staf teknis dengan job operator studio. Gaji pertama yang diterimanya hanya Rp. 36.000. cukuplah untuk bertahan hidup.
Haris ditempatkan di pemancar RRI Mendalo, selama bertugas, dia tinggal di rumah orang tua angkat, Basir Manan, sepupu H Samsudin Uban, mantan Bupati Sarko tahun 1970-an. Tiga bulan di Mendalo, dia dipindahtugaskan ke RRI Telanaipura sebagai operator studio. Di sanam, sehari-hari dia bertugas mengatur jadwal acara, musik dan kapan penyiar harus bicara saat tayang. Haris mengontrak bedeng dibelakang RRI Telanaipura.
Suatu pagi, ketika berjalan di depan RRI, Haris berpapasan dengan Kepala Stasiun (Kepsta) baru pindahan dari RRI Bogor. Di sinilah dia merasakan betapa keberuntungan sangat dekat dengan dirinya yang sederhana. Kepsta itu bertanya kepadanya tentang tempat tinggal, setelah dijawabnya, Kepsta itu menawarkan agar Haris menemaninya tinggal di rumah dinas sampai istrinya yang di Bogor pindah ke Jambi.
Hari-hari Haris di rumah dinas Kepsta diisi dengan tugas memasak nasi, membeli lauk, memasak air panas untuk mandi, menyeterika baju dan menemani Kepsta berangkat ke kantor, ini terus dilakoninya hingga istri Kepsta tiba di Jambi. Rencananya Haris hanya sementara tinggal di sana, tak tahunya, setelah istri Kepsta tiba, dia tetap tinggal di sana sampai akhirnya lulus ASM Jambi.
Ya, ASM Jambi, ketika tahun 1993, Haris yang lulusan SMA DB Bangko itu melanjutkan study di ASM Jambi, jarak antara kantor (Telanaipura) dan Kampus Simpang Kawat) yang lumayan jauh, ditambah uang dikantong yang tipis memaksa Haris kembali berjalan kaki dari kantor-kampus, dan kampus-kantor. Sore hari ketika pukul 15.00. Haris mulai berjalan dari kantornya melalui rute yang sama. PLN-Adhyaksa-Lorong Saudara-Kantor Kelurahan Selamat-ASM Jambi, sepanjang perjalanan, Haris tak pernah membayangkan bahwa suatu saat nanti, dia akan menjadi Lurah di Kantor Kelurahan Selamat yang setiap hari dilaluinya itu.
Tiba di ASM, perkuliahan dimulai pukul 16.00. sekitar pukul 21.00 perkuliahan berakhir. Haris kembali ke rumahnya di Telanaipura untuk beristirahat dengan keletihan yang mendera di kaki (bayangkan berjalan bolak-balik kantor-ASM, ASM-kantor), dan pikirannya (karena harus memikirkan tugas dan materi kuliah).
Dua tahun sebelum lulus, Haris menyunting putri dari Gunung Masurai, gadis desa Muara Madras, Hesnidar (Hesti). Gadis yang telah meruntuhkan hatinya ini dikenalnya dalam suatu acara di Museum Jambi sekitar tahun 1993. Saat itu Hesti adalah Ajudan istri Bupati Merangin Zainul Imron. Sejak pertemuan pertama itulah, Haris bertekad menjadikan Hesti sebagai pendamping hidupnya.
Lagi-lagi Haris harus berjuang, jika dulu berjuang untuk bertahan hidup, kini ia berjuangan demi meraih cintanya. Dua tahun sejak pertemuan pertama, tepatnya pada 5 Agustus 1995, dia akhirnya berhasil mempersunting Hesti, dia tidak pernah menyangka bahwa tanggal pernikahannya itu juga sebagai tanggal ulang tahun Kabupaten Merangin, kebetulan yang manis.
Setelah lulus ASM tahun 1998, Haris menghadap Hasan Basri Agus (HBA) yang sewaktu itu menjabat sebagai Kepala Biro Kepegawaian Setda Provinsi Jambi, dan sejak saat itu Haris selalu dekat dengan HBA, HBA sudah dianggap sebagai orang tua, sahabat dan guru baginya, kemana-mana dia selalu diajak, hampir setiap saat HBA membagi pengalaman dan pelajaran berharga tentang birokrasi pemerintahan kepada Haris. Sosok HBA sangat melekat bagi Haris sejak awal pertemuan sampai akhirnya menjadi Kepala Biro Umum Setda Provinsi Jambi.
Tahun 1999, Haris mengajukan pindah ke Pemprov Jambi sebagai penatar P4 bagi Pejabat Eselon III di Pemprov. Karena sewaktu kuliah di ASM dia pernah ikut pelatihan P4 tingkat nasional pola 144 jam, dan mendapat SK BP7 Pusat, Haris yang masih golongan II berhak memberikan penataran kepada pegawai Eselon III se-Provinsi Jambi, bermodal SK itulah Haris mengajukan pindah dari RRI ke BP7.
Tapi sayang, tak beberapa lama kemudian BP7 bubar, Haris terkatung-katung ditempatkan di Biro Kepegawaian Setda Provinsi Jambi. Di sini dia sempat disiapkan menjadi Ajudan Wakil Gubernur Jambi Uteng Suryadiatna, tapi tak jadi karena dia melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.
Berbekal ijazah Sarjana Muda, Haris mengajukan diri tugas belajar di Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Negara Lembaga Administrasi Negara Bandung (STIA-LAN Bandung). Waktu berlalu demikian cepat. Tahun 2001, dia lulus di STIA-LAN Bandung dan kembali ke Jambi dengan tugas sebagai Sekretaris Lurah Selamat Pemkot Jambi.
Nah, saat inilah Haris bernostalgia sambil melihat ke arah jalan depan Kantor Lurah Selamat, masih melekat di ingatannya bagaimana letihnya dia tiap hari berjalan kaki bolak-balik dari kantor-kampus melalui jalan itu.
Tahun 2004, Haris diangkat menjadi Lurah Selamat. Tak beberapa lama dia meraih penghargaan sebagai salah satu Lurah Teladan yang mewakili Kota Jambi, prestasi yang tak pernah dilupakannya sepanjang karirnya sebagai PNS, dia menjabat sebagai lurah hingga tahun 2006.
Di tahun 2006, Haris hijrah ke Sarolangun sebagai Kasubbag Rumah Tangga Pemkab Sarolangun, dua tahun menjabat, Haris dipindahkan lagi sebagai Kepala Bidang Penanaman Modal pada Bappeda Sarolangun, tahun 2008 dia pindah tugas lagi sebagai Sekretaris Dukcapil Pemkab Sarolangun.
Setahun kemudian, 2010 dia ditempatkan sebagai Kabag Rumah Tangga di Biro Umum Setda Provinsi Jambi, lalu di 2011, Haris dipercaya sebagai Kepala Biro Umum Setda Provinsi Jambi hingga akhirnya menjabat Bupati Merangin priode 2013 – 2018 dan 2019-2024.
Di sela-sela kesibuknya sebagai pemimpin masih terus menimba ilmu. Sambil jadi bupati, Haris Si Tukang Martabak itu kuliah pada program Doktor ilmu pemerintahan pada IPDN Jatinagor, masuk tahun 2014 selesai pada tahun 2017 dengan IPK 3,81 predikat pujian.
Kini, pemuda yang pernah berjualan martabak, koran, mengganti oli, operator studio, dipercaya banyak orang untuk memimpin Merangin untuk periode ke 2. Dengan tekad dan modal kerja keras serta mengerti tentang kehidupan di jenjang bawah, Haris berusaha menjadi pelayan rakyat.
Harapannya sederhana, sesederhana hidupnya yang ingin sejahtera meski melalui masa-masa sulit di berbagai tapakan kaki. Menurutnya, “Perjuangan adalah sesuatu yang abadi didiri manusia, dan keberhasilan hampir selalu diraih setelah perjuangan keras.”
Kini, lihatlah, Al Haris Si Penjual Koran itu, sudah menjadi Gubernur Jambi periode 2021-2024. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Bupati Merangin dua periode.
Al Haris menggambarkan kebanyakan hidup kita yang dari nol berjuang menjalani kehidupan hingga mencapai takdir yang Allah tentukan. Al Haris adalah kita, kita adalah Al Haris.
ABDULLAH SANI BICARA
Menjelang hari pelantikan Gubernur Jambi Dr Al Haris S Sos, MH dan Wakil Gubernur Drs H Abdullah Sani M Pd I diadakan wawancara khusus dengan Wagub Jambi terpilih. Ditemui di rumahnya yang asri di daerah Talang Bakung, Abdullah Sani menyambut tim dari Dinas Kominfo Provinsi Jambi dengan penuh keramahan. Abdullah Sani lahir di Bram Itam Kanan, Kuala Tungkal, 8 September 1956. Lama berkarir sebagai dosen maupun pimpinan Madrasah, ia kemudian terpilih mendampingi Gubernur Jambi Dr. Al Haris S Sos, MH dalam Pilkada 2020 kemarin. Berikut petikan wawancara dengan H Abdullah Sani M Pd I.
Apa tanggapan Anda atas keterpilihan sebagai Wakil Gubernur Jambi?
Saya prinsipnya bersyukur kepada Allah yang meridhoi dan berkat ridho Allah mengerakkan hati masyarakat Jambi, mendoakan, dengan bantuan dan usahanya. Kita bersyukur atas hal itu. Tetapi ada juga hal yang tidak boleh kita pungkiri dengan terpilih dan dilantik berarti ada suatu amanah terutama dari Allah dan masyarakat Jambi. Kita bersyukur dan berterima kasih dan mohon doa kepada masyarakat, agar kami bisa melaksanakan apa yang semestinya dilaksanakan oleh pimpinan apalagi kami sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur.
Dari pengalaman karir yang sangat panjang, apa yang paling menonjol menjadi bekal kepemimpinan sebagai Wakil Gubernur Jambi?
Saya dahulu mulai dari guru ngaji, guru madrasah. Tahun 1979 kita mengajar di Madrasah, kemudian tamat dari IAIN saat itu kemudian diterima di UIN menjadi PNS menjadi dosen di sana. Di samping pernah menjadi Ketua dan Sekretaris jurusan, pernah menjadi Kepala Madrasah. Di sela-sela itu saya tidak pernah meninggalkan kegiatan di masyarakat, di Mushola, Mesjid bahkan bukan hanya di kota saja.
Alhamdullilah apa yang kita lakukan dahulu membawa ikatan silahturahmi dan kekeluargaan. Kemudian awal Januari 2009 saya diajak oleh Pa Bambang yang menjadi Walikota saat itu untuk menemaninya pertama sebagai Staf Ahli Walikota, kemudian pindah ke Kepala Badan Masyarakat di Kota dan terakhir sebagai Asisten Bidang Ekonomi dan Pembangunan di Kota Jambi. Kemudian di Tahun 2013 menjadi Wakil Walikota Jambi selama 5 tahun diajak Pak Fasha. Tahun 2018 ikut Pilwako tetapi tidak terpilih. Akhirnya di tahun 2020 diajak Pa Haris sebagaimana kita ketahui terpilih. Saya tidak mengatakan menang atau kalah tetapi terpilih. Tentunya karena saya berasal dari UIN, Madrasah, maka saya harus merangkul unsur-unsur Perguruan Tinggi, tokoh masyarakat. Saya melaksanakan tugas pokok dan wewenang sebagai Wakil Kepala Daerah, sudah ada aturan mainnya. Sebagai wakil saya akan membantu mengawal apa yang menjadi visi misi pemerintah.
Bagaimana konsep dan prinsip Anda terkait sinergitas dan kerjasama antar Gubernur dengan Wakil Gubernur?
Sesuai Tupoksi, Wakil Gubernur yang di bidang pengawasan. Saya juga bersama beliau sudah membicarakannya. Kita sebagai Wakil boleh memberikan saran, masukan terutama masalah-masalah yang terkait sosial kemasyarakatan. Insya Allah sudah ada komitmen seperti itu. Walaupun kita harus tahu persis bahwa keputusan akhir ada di beliau (Gubernur. Red).
Masyarakat mengenal Anda sebagai ulama yang sering turun bergaul dengan masyarakat. Apa tanggapan Anda?
Memang di organisasi, seperti di NU, FKUB Provinsi saya pernah menjadi Wakil Ketua. Dengan itu pergaulan saya semakin banyak, bukan hanya di Kota Jambi, hal yang tidak saya buat-buat. Bagi saya NKRI adalah harga mati. Perbedaan suku bukan persoalan, persoalan agama bukan persoalan dalam konteks pembangunan msayarakat. Sehingga saya katakan siapapun di Jambi harus istilah di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung, dimana ranting patah di situ air disauk. Agama boleh berbeda, aqidah berbeda, ibadah berbeda tetapi untuk kehidupan sosial kita bersama.
Sebagai seorang ulama yang menjadi pemimpin di Provinsi ini, apa yang akan Anda lakukan untuk meningkatkan kehidupan beragama masyarakat Provinsi Jambi?
Program itu harus ada. Kalau sekarang kerukunan umat beragama sudah baik akan kita tingkatkan ke depannya. Di FKUB kita akan tingkatkan peran masing-masing sehingga kerukunan akan meningkat. Karena itu penting. Agama yang disahkan negara harus kita rangkul. Suku agama bukan masalah lagi. Di samping itu dalam agama Islam sendiri ada berbagai organisasi keagamaan yang harus dirangkul. Karena semua komponen sekecil apapun memiliki peran yang penting.
Bagaimana Anda menempatkan peran orang lain dalam kehidupan hingga saat ini?
Yang memiliki peran paling penting tentu saja kedua orang tua saya. Tetapi juga adalah adalah para guru. Terima kasih atas semuanya. Kewajiban kami adalah bersyukur. Dalam konteks Pilkada kami berterima kasih kepada KPU, Banwaslu, TNI, POLRi dan seluruh komponen. Kita harus katakan, Alhamdullilah berjalan sebagai mana mestinya. Terima kasih juga kepada Pereintah Provinsi Jambi, Forkompinda, dan masyarakaat secara keseluruhan dengan harapan ke depan kita tetap bekerja sama, sesuai visi misi Haris-Sani merangkul semuanya.(*/tav)